pelantar.id – Industri startup Indonesia berkembang mengagumkan. Tahun lalu, terindikasi ada 840 perusahaan rintisan yang dibuat oleh anak bangsa.

Perkembangan itu menunjukkan adanya semangat di kalangan generasi milenial Indonesia untuk berkecimpung di dunia entrepreneur. Startup diperkirakan bakal terus tumbuh melihat sejumlah potensi sepanjang 2019.

Vice President Strategy Digitaraya, Nicole Yap mengatakan, banyaknya startup yang lahir tahun lalu dipengaruhi sejumlah faktor. Paling utama tren anak muda yang ingin menjadi pengusaha.

“Sekarang ini hampir 70 persen milenial di Indonesia berkeinginan menjadi seorang entrepreneur,” katanya di acara diskusi bertajuk 2019 Industry Insights: Exploring the Landscape of Indonesia’s Digital Startup Economy di Menara Kibar, Jakarta, Rabu (30/1/19), dilansir Detik.com

Nicole Yap mengatakan, ada sejumlah perusahaan rintisan yang bahkan menerima pendanaan hingga miliaran dolar. Kebanyakan dari mereka berasal dari sektor e-commerce, financial technology, solusi enterprise, pendidikan, dan healthtech. 

“Ada 46 startup dari 18 sektor industri mendapat pendanaan lebih dari USD 4 miliar,” ujarnya.

Nicole Yap

Menurut Nicole, Asia Tenggara punya peran penting dalam rantai pasok global. Venture capital pun bakal menambah lagi dana yang bakal mereka investasikan. Menurutnya lagi, Jakarta akan menjadi ibu kota startup di Asia Tenggara menggantikan Singapura dilihat dari jumlah deal dan investasi.

Pada kesempatan itu, Nicole turut mengumumkan format baru untuk program akselerator mereka di tahun 2019. Format baru ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak startup.

“Harapan kami, format baru ini dapat menjangkau lebih banyak startup yang memiliki potensi tinggi serta dapat membuka koneksi mereka dengan para investor dan partner yang tepat. Sehingga dapat meningkatkan dampak yang lebih baik bagi Indonesia,” kata dia.

Bisa Picu Krisis Ekonomi

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani menyatakan pertumbuhan perusahaan rintisan alias startup perlu diwaspadai. Jika tak hati-hati melesatnya pertumbuhan startup bisa bikin krisis ekonomi.

“Perusahaan-perusahaan ini nilai valuasinya bisa mencapai triliunan, tapi keuangannya merah,” katanya di sela Diskusi Indef, Rabu (30/1/19) di Jakarta, dikutip Kontan.co.id.

Aviliani

Aviliani mencontohkan, startup ride sharing atau e-commerce yang nilai valuasinya besar, namun asetnya berasal dari mitra, bukan milik perusahaan.

“Krisis ekonomi berikutnya, bisa terjadi dari bubble startup. Nilainya tinggi, tapi tak punya aset. Apalagi kemudian jika masuk pasar modal, dibeli sahamnya mahal oleh publik, kemudian jatuh,” kata dia.

Ia juga menyoroti bagaimana startup keuangan, alias perusahaan teknologi finansial (Tekfin) yang menjadi tantangan buat Industri perbankan. Misalnya tekfin, yang menawarkan imbal hasil lebih memikat untuk berinvestasi dibandingkan produk-produk perbankan.

Alhasil kini generasi milenial disebutnya memang lebih suka kenyimpan uang di perusahaan tekfin, alih-alih bank konvensional.

“Nanti menjelang 10 tahun ke depan perbankan hanya akan memegang dana masyarakat sekitar 55 persen dan sisanya akan berpindah pada sektor non bank,” ujarnya.

*****