pelantar.id – Gelombang protes terhadap rencana pemberian remisi kepada Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Prabangsa terus bermunculan. Di Kota Tanjungpinang, puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Tanjungpinang mengusung keranda mayat ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kepulauan Riau (Kepri).
“Keranda ini sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan pemberian remisi kepada Susrama, terpidana hukuman seumur hidup salam kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali,” kata Ketua AJI Tanjungpinang, Jailani dilansir dari Kantor Berita Antara, Jumat (25/1/19).
Jailani mengatakan, Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018 memicu kekecewaan komunitas pers karena memberikan remisi kepada Susrama.
“Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringanan hukuman tersebut. Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkannya oleh Prabangsa di Harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya,” katanya, didampingi Sekretaris AJI Tanjungpinang Sutana.
Menurut koordinator aksi Charles Sitompul, aksi jemput bola ke Kanwil Kemenkumham ini agar tuntutan AJI Tanjungpinang disampaikan kepada pemerintah pusat.
“Kami hadiahi keranda sebagai simbol matinya kebebasan pers setelah remisi itu diberikan,” katanya.
AJI Tanjungpinang mendesak Presiden RI Jokowi merevisi Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Sementara, tertanggal 7 Desember 2018. Kebijakan presiden itu memicu kekecewaan komunitas pers karena memberikan remisi kepada Susrama.
Kebijakan remisi mengurangi hukuman itu juga melukai rasa keadilan. Tidak hanya keluarga korban, tetapi jurnalis di Indonesia. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan keringan hukuman tersebut.
Ia diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu diduga terkait dengan berita-berita yang dibuat oleh Prabangsa di Harian Radar Bali, 2 bulan sebelumnya. Berita itu mengenai dugaan korupsi dan penyelewengan.
Mantan anggota KPU Kota Tanjungpinang Robby Patria yang juga mantan aktivis AJI dalam diskusi yang diselenggarakan setelah aksi di Lapangan Pamedan, merasa yakin suara jurnalis se-Indonesia didengar oleh Presiden.
“Ini tahun politik, tentu isu ini sangat sensitif, apalagi jika muncul isu seluruh jurnalis tidak mau memberitakan pemilu. Oleh karena itu, saya yakin Presiden mendengar tuntutan jurnalis,” ucapnya.
Berdasarkan data AJI, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia. Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut.
Delapan kasus lainnya belum tersentuh hukum. Delapan kasus itu, antara lain Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).
Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum, dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susrama dengan vonis penjara seumur hidup.
Delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum 5 tahun hingga 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya sembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.
*****