Pelantar.id – Sidang perdana uji materi yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atas pasal pemblokiran internet digelar di Mahkamah Konstitusi, Senin, 12 Oktober 2020.
Sidang untuk perkara No 81/PUU-XVIII/2020 itu dipimpin tiga hakim Konstitusi, yakni Daniel Yusmic P.F (ketua panel), Manahan MP Sitompul, dan Saldi Isra, dimulai tepat pukul 13.00 WIB dengan agenda pemeriksaan berkas perkara.
Dalam persidangan, kuasa pemohon dari LBH Pers dan ELSAM bergantian membacakan permohonan Uji Materiil Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pemohon menilai Undang Undang ITE memberi kewenangan yang tidak tepat kepada pemerintah untuk melakukan pemblokiran internet. Kewenangan itulah yang kerap digunakan pemerintah untuk memblokir internet dengan alasan yang tidak dijelaskan secara transparan dan cenderung sewenang-wenang.
Kewenangan pemblokiran oleh pemerintah itu tertuang dalam Pasal 40 ayat (2b) UU ITE, yang isinya menyatakan: “Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum.”
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Pers meminta kepada hakim Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 40 ayat (2b) UU ITE “bertentangan secara bersyarat” dan “tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat”.
Dengan kata lain, pemohon meminta bahwa kewenangan pemblokiran oleh pemerintah itu tetap harus melalui proses hukum, tidak hanya berdasarkan keputusan sepihak pemerintah seperti yang terjadi selama ini.
Dalam sidang, hakim Konstitusi memberikan masukan atas berkas perkara, mulai dari soal alur penulisan permohonan hingga soal alasan yang diajukan pemohon sehingga mengajukan gugatan.
Ade Wahyudin, salah satu kuasa hukum pemohon mengatakan, masukan dari majelis hakim itu akan dijadikan bahan untuk perbaikan berkas. “Kami berharap masukan dari majelis hakim pada sidang pendahuluan ini akan menyempurnakan langkah perjuangan untuk menghasilkan kebijakan pengaturan internet berbasis hukum. Sidang hari ini merupakan awal dari langkah serius untuk merevisi kebijakan pemblokiran internet yang kami nilai kebablasan,” kata Ade.
Turut hadir dalam persidangan adalah Abdul Manan mewakili Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai Pemohon Kedua. Sedang pemohon pertama dalam pengujian ini Arnoldus Belau. “Kami berharap pengujian undang-undang ini membuahkan hasil yang baik agar ada perbaikan kebijakan dalam pemblokiran konten dan akses internet. Kami menilai, kewenangan untuk menilai sebuah konten bisa dikatakan melanggar hukum yang itu menjadi dasar pemblokiran, harusnya tidak sepenuhnya berada di tangan Menkominfo. Keputusan seperti itu semestinya tetap menjadi domain peradilan,” kata Manan.
(*)