Penulis: H.M Chaniago
Peradaban tidak hanya dibangun di atas gedung-gedung tinggi kokoh menjulang. Akan tetapi juga berlandaskan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai budaya dan bahasa dalam aspek kehidupan.
Pelantar.id – Di antara 40 negara Asia yang terdaftar dalam program beasiswa pemerintah Australia, kebanyakan dari mahasiswa mereka memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Indonesia.
Hal ini telah dimulai sedari 2014, tujuh ribu lebih mahasiswa asal Australia berbondong-bondong memilih untuk melanjutkan kuliah mereka dan mengambil beasiswa ke Indonesia, apa penyebabnya?
Ketika program khusus beasiswa New Colombo Plan (NCP) yang diinisiasi Pemerintah Australia menawarkan beasiswa dan sokongan sarjana untuk tinggal dan belajar di kawasan Indo-Pasifik, dengan tujuan mengangkat pengetahuan tentang wilayah negara lain.
Banyak dari kalangan pelajar Australia memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar bahasa lokal, memahami budaya, dan juga aspek sosio lainnya dari negara-negara Indo-Pasifik, khususnya Indonesia.
Sejak 2014 ketika program NCP dimulai, 7.619 pelajar Australia telah memilih Indonesia sebagai tujuan utama subjek studi mereka. Selain Indonesia, di urutan ke-2 banyak yang memilih Cina yakni 7.075 pelajar, dan ke-3 India dengan 5.492 pelajar.
Beragam alasan dituturkan mahasiswa Australia kenapa mereka memilih untuk mengambil beasiswa ke Indonesia. Di mana rata-rata adalah berlandaskan kekaguman mereka akan ragam budaya, bahasa dan terakhir makanan yang cukup murah harganya.
Mengutip laman resmi, Australian Embassy Indonesia disebutkan pelajar yang datang ke Indonesia memiliki kesempatan untuk belajar di setiap kampus di Nusantara.
Mereka bebas memilih ragam disiplin ilmu seperti kesehatan masyarakat, hukum bisnis dan hukum komersil, mendalami pelajaran tentang monyet belalai, geologi laut pesisir dan pariwisata. Tak hanya itu saja, mereka sebagian ada yang mengambil disiplin ilmu seni dan bahasa, tata lingkungan, pendidikan, desain perkotaan, teknik pertanian dan lainnya.
Seorang mahasiswa asal Canberra, Cam Allan via nine.com.au mengatakan, memilih kuliah di Indonesia baginya adalah langkah selanjutnya setelah Ia mengambil kursus pelajaran bahasa Indonesia di Kota Canberra.
“Ini adalah negara Muslim terbesar di dunia, salah satu negara demokrasi terbesar, salah satu yang paling beragam dalam hal bahasa dan budaya,” kata Cam.
Sementara Nikki Singh dari Sydney, mengatakan Ia memilih Indonesia karena ingin belajar tentang budaya negara lain untuk mendapatkan gelar psikologinya.
Baginya Indonesia memiliki frekuensi tertinggi akan bencana alam dari pada banyak tempat lainnya di dunia. Karena itu Ia ingin langsung terjun untuk meneliti persoalan kesehatan mental di negara yang rawan akan kasus bencana alam.
“Dengan bencana alam yang terjadi dalam frekuensi yang lebih tinggi daripada banyak tempat di dunia. Kita benar-benar membutuhkan lebih banyak profesional kesehatan mental untuk dapat berperan langsung dengan masyarakat,” katanya via 9News Australia.
Kebanyakan pelajar Australia memilih berkuliah di Yogyakarta, kota magis yang dikenal sebagai kota pelajar di negeri ini. Mereka sering mengikuti kelas-kelas, hingga sore hari waktunya mereka habiskan untuk jalan-jalan sembari mencicipi ragam makanan tradisional yang sangat begitu murah.
“Makanan bisa didapatkan seharga sesedikitnya satu dolar, tetapi ada banyak lagi hal yang disukai. Orang Indonesia cukup sopan dan paling ramah yang pernah saya temui,” terang Nikki.
Bahkan di tahun 2017 silam, salah seorang pelajar Australia yang menimba pendidikan di salah Universitas di Yogyakarta, ketika berkunjung ke salah satu kampus di kota Batam, Universitas Riau Kepulauan.
Sembari berkenalan, Ia mengatakan namanya adalah Paijo dan meminta penulis untuk tidak berbahasa Inggris, bahkan menantang untuk berbahasa Jawa. Baginya ragam kebudayan dan bahasa di Indonesia adalah suatu hal yang menarik untuk terus dipelajari.
Disebutkannya, Ia memahami bahasa Jawa dalam 1 tahun selama tinggal di Yogyakarta. Di Yogyakarta, ((londo)) asal Australia ini mengambil disiplin ilmu musik tradisional seperti gamelan. Baginya seni tradisional tersebut menciptakan daya pikat tersendiri akan gairah experimental yang Ia miliki.
Ke depannya, bisa dikatakan jumlah pelajar Australia di Indonesia akan terus membengkak. Akan lebih banyak lagi di tahun-tahun mendatang dengan dibentuknya perjanjian perdagangan bebas – yang diharapkan akan segera diratifikasi oleh parlemen kedua negara.
Hal ini tentu akan membuka jalan bagi universitas Australia untuk membuka kampus mereka sendiri di Indonesia, untuk mempelajari kebudayaan, bahasa dan juga mengenal ragam masakan tradisional.
Sebanyak 652 Bahasa Daerah di Indonesia, dan Peran Kita untuk Melestarikannya.
Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan menyebutkan jumlah bahasa daerah di Indonesia mencapai 652 bahasa daerah.
“Data ini terakhir diperbaharui pada 2017 dan diperbaharui setiap tahun pada Oktober,” kata Kepala Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan Prof Dadang Sunendar di Banda Aceh, Kamis (16/8/2018) via Tirto.Id.
Ratusan bahasa itu didata sedari tahun 1991. Jumlah tersebut disebutkan akan terus bisa bertambah, karena pendataan bahasa daerah disampaikan Dadang terus berkelanjutan.
Hasil resmi data milik BP2B Kementerian Pendidikan Kebudayaan itu menyebutkan bahwa bahasa daerah paling banyak ada di negeri mutiara hitam, Papua. Ada sekitar 400-an lebih bahasa daerah di Papua, bahkan satu sama lainnya di antara setiap komunitas suku di sana ada yang saling tidak memahami bahasa dari komunitas lain.
Abdul Malik, Pakar Bahasa dan sekaligus Dosen Ilmu Bahasa Indonesia dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah ) menyatakan bahwa bahasa merupakan unsur utama pembentukan karakter suatu bangsa.
“Oleh sebab itu, mereka bahkan wajib memiliki kemampuan dan kemahiran menggunakan bahasa ibu dan bahasa Indonesia secara benar dan baik, ” kata Abdul Malik, Senin (28/10) kala berdiskusi terkait peran dan nilai bahasa ibu di era milenial.
Ada keharusan untuk memiliki sikap positif terhadap bahasa ibu (daerah) dan bahasa Indonesia. Dengan cara mengutamakan penggunaan bahasa ibu dan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi di segala bidang keseharian.
Baginya mempelajari bahasa asing memang diperlukan untuk memperkaya bahasa Indonesia sendiri dan sebagai alat untuk memperoleh ilmu-pengetahuan dan teknologi yang belum kita miliki, yang sifatnya dari negara lain.
“Akan tetapi, jangan sampai terjadi, generasi sekarang atau pemimpin lebih mengutamakan bahasa asing dari pada bahasa sendiri. Sikap dan perilaku yang disebut terakhir itu akan membahayakan bangsa kita ke depan ini,” terangnya.
Baginya Indonesia merupakan satu kesatuan dari tanah air, bangsa, dan bahasa seperti yang telah dirumuskan secara cerdas oleh para pendiri bangsa. Dengan sikap itu, maka kemerdekaan mampu direbut dan menjadi bangsa yang kokoh dalam peradaban dunia.
“Jangan sampai terjadi pemikiran dan perjuangan para pendiri bangsa itu diselewengkan,” pungkasnya.
Senada dengan apa yang disampaikan Abdul Malik, Pakar Bahasa dan sekaligus Dosen Ilmu Bahasa Indonesia dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah ) di atas. Melihat bagaimana negara lain tertarik untuk datang dan mempelajari ragam bahasa dan budaya Nusantara. Sudah seharusnya juga kita berperan dalam melestarikan budaya dan bahasa induk kita sendiri.
Karena peradaban tidak hanya dibangun di atas gedung-gedung tinggi kokoh menjulang. Akan tetapi juga berlandaskan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai budaya dan bahasa dalam aspek kehidupan.
*Sumber foto: Foto: Antara/Agus Bebeng via Tirto.Id