pelantar.id – Aturan pajak e-commerce tampaknya juga akan dikenakan untuk para pedagang yang berjualan di media sosial seperti Instagram, Facebook dan Twitter. Hal ini sedang digesa oleh Asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA) kepada pemerintah.

iDEA meminta pemerintah juga menerapkan aturan pajak e-commerce berlaku juga pada pelaku UKM yang berdagang di media sosial agar terjadi kesetaraan perlakuan pajak sesuai penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tentang pajak e-commerce.

“Kalau mau dukung bertumbuhnya marketplace, pemerintah harusnya diberlakukan di medsos,” kata Ketua iDEA Ignasius Untung, dilansir dari detikFinance, Jakarta, Senin (4/3/2019).

Untung menyebutkan, pemberlakuan pajak e-commerce pada medsos juga dikarenakan banyak pelaku UKM yang mengaku memanfaatkannya sebagai ladang berjualan.

Sedangkan beleid yang akan berlaku pada April 2019 ini, hanya mengatur pedagang UKM yang ada di marketplace seperti Tokopedia dan BukaLapak.

Sesuai PMK 210/2018, pelaku UKM yang memiliki omzet di atas Rp 300 juta per tahun harus melaporkan NPWP, sedangkan yang di bawah tidak perlu. Menurut Untung, pemberlakuan PMK 210 di medsos harus tanpa batasan.

“Kalau di medsos tidak ada batasannya, mau berapapun omzetnya harus setor NPWP, gitu,” ujar dia.

Alasan tidak ada batasan omzet di medsos, kata Untung, karena tidak ada aturan teknis yang bisa melaporkan kewajiban pajak para pedagang di medsos kepada Ditjen Pajak. Berbeda dengan marketplace yang bisa melaporkan perdagangannya para pelaku UKM yang memanfaatkan lapak onlinenya.

Tidak hanya itu, hasil survei yang dilakukan iDEA menyebutkan bahwa dari sekitar 1.600 pelaku UMKM sekitar 95% mengaku berdagangan di medsos, sedangkan 25% berdagangan di marketplace. Hitungan 25% ini sudah termasuk yang berjualan ganda di marketplace dan medsos.

Sumber: detik.com