pelantar.id – Di kalangan warga Tembok Dukuh, Kecamatan Bubutan, Surabaya, Dita Oepriarto dikenal sebagai sosok yang ramah. Pelaku bom bunuh diri gereja di Surabaya ini bahkan pernah menjabat ketua rukun tetangga (RT) selama 10 tahun, sebelum pindah ke Wonorejo Asri.
Sedangkan istrinya, Puji Kuswati, pernah menjadi ketua Pembinaan Kesejahteraan Keluarga di RT yang sama. Hal itu dikatakan Ketua RT 8 RW 1, Kelurahan Tembok Dukuh, Bubutan Abdul Hamid. Orang tua Dita tinggal di RT tersebut sebelum 1990.
Hamid mengatakan, sejak menikah, Dita menyewa rumah di gang yang sama No 23. Baru sekitar tahun 2005, bapak empat anak itu bisa membeli rumah sendiri di Tembok Dukuh V No 32, tepat di depan rumah orang tuanya. Namun, sekitar 5 tahun kemudian, rumah itu dijual.
“Selama tinggal di sini, kepribadian beliau bagus, ramah, tutur katanya halus, sosialisasi dengan masyarakat, istrinya juga aktif di Posyandu,” kata Hamid kepada wartawan di rumahnya, Senin (14/5).
Dita pernah menjabat ketua RT 8 selama dua periode, yakni pada 2000-2010. Jabatan Dita kemudian dia lanjutkan.
“Istri Pak Dita dulu ketua PKK tingkat RT di sini. Kalau pemikiran yang radikal, saya tak pernah lihat selama keluarga itu di sini,” ungkapnya.
Ekonomi Mapan
Sebelum kejadian, tak ada yang curiga dengan keluarga Dita Oepriarto sebagai bagian dari jaringan teroris. Mereka keluarga berada, tinggal di perumahan elite, punya usaha, dan berpendidikan baik.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bahkan ikut sedih dengan kasus ini. Dari kasus-kasus terorisme sebelumnya, biasanya para terduga teroris berasal dari kalangan menengah ke bawah.
“Terus terang, yang ini tinggalnya di perumahan yang perekonomiannya bagus, yang saya sedih itu. Biasanya kan (tinggal) kos-kosan,” kata Risma.
Harga pasaran rumah di Kompleks Wonorejo Asri, berkisar antara Rp1,2 miliar hingga Rp1,5 miliar. Dari mana pendapatan Dita dan keluarga? Menurut sejumlah tetangga, Dita adalah pengusaha minyak jintan hitam, minyak wijen, serta minyak kemiri.
Minyak tersebut, juga dipasarkan oleh Dita melalui jejaring dunia maya. Minyak-minyak itu ditawarkan sebagai obat untuk masalah rambut, dan kulit kepala sampai persoalan kesehatan penyakit dalam seperti diabetes, darah tinggi dan lain-lain, dengan harga Rp80 ribu per liter.
Ketua RW 4 Wonorejo Asri, Taufik Gani mengatakan, Dita termasuk salah satu warganya yang rajin mengikuti salat berjamaah di musala dekat perumahan itu.
“Setiap maghrib dan isya selalu salat berjamaah bersama warga di musala,” katanya.
Dari data di Kartu Keluarga, diketahui bahwa Dita adalah lulusan SMA dan lahir di Surabaya pada 23 September 1971. Sementara Puji yang lulusan Akademi Perawat, lahir pada 16 Juni 1975. Sedangkan empat anaknya semua lahir di Surabaya.
Keluarga Dita Syok
Sementara, pihak keluarga tak menyangka pelaku bom bunuh diri di 3 gereja di Surabaya adalah Dita Oepriarto sekeluarga. Mereka mengaku kesal terhadap aksi bom bunuh diri Dita, yang dengan tega mengajak serta keempat anaknya.
Hal itu dikatakan Dentri, adik kandung Dita. Menurut dia, Dita adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan Dodik dan Sumijati. Orang tua Dita tinggal di Tembok Dukuh V, Kelurahan Tembok Dukuh, Rungkut, Surabaya. Rumah ini juga digunakan untuk toko kelontong dan laundry yang dikelola Dentri.
“Kami sekeluarga syok, ibu dan bapak saya juga syok. Kami tak menyangka dia (Dita) melakukan itu,” kata Dentri ditemui di rumahnya.
Sayangnya, Dentri enggan bercerita banyak terkait kepribadian kakaknya. Ia berdalih sudah lama tak bertemu dengan kakak kandungnya itu. Hanya, ia mengaku kesal atas ulah Dita yang dengan tega mengajak keempat anaknya melakukan aksi bom bunuh diri. Ditambah lagi, kini ketenangan keluarganya terganggu setelah menjadi sorotan banyak pihak terkait aksi Dita.
“Otak dia ditaruh mana, kok tega ngajak anak melakukan itu,” ujarnya.
Sebelum pindah, Dita dan keluarga kecilnya tinggal di Tembok Dukuh Gang V No 32, tepat di depan rumah orang tuanya. Rumah itu dijual sekitar 10 tahun yang lalu.
Seperti diketahui, Dita Oepriarto merupakan bomber yang melakukan aksinya di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Minggu (13/5). Istrinya, Puji Kuswati, bersama anaknya, Fadhila Sari dan Famela Rizqita, meledakkan bom di Gereja Kristen Indonesia (GKI), Jalan Diponegoro.
Sedangkan anak Dita yang lain, Yusuf Fadhil dan Firman Halim, melakukan pengeboman di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel. Peristiwa di tiga gereja itu menyebabkan 18 orang tewas dan 43 orang mengalami luka-luka.
Editor: Yuri B Trisna
Sumber: Dari Berbagai Sumber