pelantar.id – Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) meningkatkan pengawasan perdagangan bahan pangan di pasar tradisional dan ritel modern selama Ramadan 1439 Hijriah. Langkah ini untuk menjamin makanan dan minuman yang beredar tidak merugikan konsumen.

“Selama Ramadan ini, kami menyasar penjualan bahan pangan di tempat-tempat keramaian, mudah-mudahan membuahkan hasil maksimal,” kata Kepala BPOM Kepri Yosef Dwi Irawan di Tanjungpinang, Kamis (17/2).

BPOM Kepri ingin memastikan seluruh pangan yang dijual pedagang sehat untuk dikonsumsi masyarakat, tidak mengandung zat kimia berbahaya seperti formalin, dan borax. Pemeriksaan bahan pangan juga menyangkut penggunaan pestisida berlebihan pada pangan segar.

“Pemeriksaan itu bagian dari komitmen kami memberikan rasa aman kepada masyarakat,” ujar Yosef.

Dalam pemeriksaan itu, BPOM juga menggandeng pihak terkait seperti Dinas Kesehatan di pemerintah daerah setempat. Untuk memberi rasa aman kepada masyarakat, BPOM juga memiliki program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya. Untuk Kepri, satu di antaranya berada di Kabupaten Bintan.

“Kami punya pilot project, kami tidak bisa kerja sendiri, melainkan disinergikan dengan pihak lain. Seperti Kementerian Kesehatan untuk Pasar Aman Sehat, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan untuk Pasar Aman Ukur, dikolaborasikan menjadi tertib ukur sehat dan bersih,” kata Yosef.

Temuan Kandungan Boraks
Sebelumnya, pada pemeriksaan 53 sampel makanan di sejumlah titik di Kota Batam, pekan lalu, BPOM Kepri mengidentifikasi adanya kandungan boraks pada bahan makanan. Bahan makanan yang diperiksa di antaranya, ikan, gorengan, bakso, tahu, daging dan mie.

“Kami sudah mengambil sampel bahan makanannya di beberapa tempat, hasilnya ada teridentifikasi kandungan boraks pada makanan tersebut,” kata Yosef.

Dengan adanya temuan kandungan boraks ini, BPOM Kepri kemudian memperluas pengambilan sampel pemeriksaan makanan. Selain di Batam, pengecekan sampel makanan juga dilakukan di Tanjungpinang dan daerah lainnya di Kepri.

“Itu (temuan boraks) berdasarkan identifikasi awal, akan ada pengujian lanjutan di laboratorium,” ujarnya.

Yosef mengatakan, dari pengecekan terhadap 53 sampel makanan tersebut, ditemukan hanya tiga bahan yang tidak memenuhi persyaratan, dan hanya 5,6 persen kadar kandungan boraks-nya.

Ia memperingatkan masyarakat untuk tidak menambahkan boraks ke bahan makanan, terlebih untuk pelembut daging. Seperti diketahui boraks adalah senyawa berbahaya tidak layak konsumsi. Biasanya boraks digunakan untuk industri kaca.

“Kemarin yang kami temukan salah satunya di daging bakso, makanya kuat dugaan kami boraks itu dipergunakan untuk pelembut daging,” ujarnya.

Editor: Yuri B Trisna