Aktivis Dandhy Dwi Laksono ditangkap di kediamannya oleh Polda Metro Jaya kemarin malam, kamis 26 September, pukul 23.00 WIB. Berita ini tentunya mengejutkan kalangan aktivis dan Jurnalis.

Dandhy ditangkap dengan alasan melanggar ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok berdasarkan SARA sesuai dengan pasal 45 A ayat 2 juncto 28 ayat 2 UU ITE.

Selama empat jam diperiksa, diketahui ternyata postingan Dandhy di Twitter yang menginformasikan jatuhnya korban jiwa di Wamena akibat ditembak ketika melakukan demonstrasi.

Kendati beliau sudah dilepaskan dan tidak ada penahanan, namun alasan di atas tetap menjadikan dia sebagai tersangka.

Kasus yang terjadi pada Dandhy merupakan bentuk kriminalisasi dan pemberangusan kebebasan berpendapat.

Selain Dandhy, akhir-akhir ini banyak aktivis yang dikriminalisasi karena menyuarakan isu Papua. Mulai dari kriminalisasi terhadap pengacara HAM Veronica Koman, Surya Anta hingga Dandhy Dwi Laksono.

Segala upaya untuk memenjarakan mereka untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi di Papua, terlebih lagi akses jurnalisme di sana sangat dibatasi.

Sederet kasus kriminalisasi tersebut tidak bisa dibiarkan karena ini adalah preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.

Paguyuban korban dari UU ITE menyuarakan untuk segera cabut status tersangka Dandhy Dwi Laksono, menghentikan segala upaya kriminalisasi dan penangkapan terhadap aktivis HAM.

Kemudian, Mendesak Pemerintah dan DPR RI hapus pasal karet UU ITE. Menuntut pemerintah untuk menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat dan Membuka akses jurnalisme seluas-luasnya di Papua. (*)

Sumber: rilis PAKU ITE