Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno

pelantar.id – Debat ketiga Pilpres 2019 digelar dengan menampilkan cawapres nomor urut 01 Ma’ruf Amin dan cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno, Minggu (17/3/19) malam. Sejumlah pihak menilai debat bertemakan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan budaya itu terasa hambar.

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan, hambarnya debat Ma’ruf-Sandi  karena keduanya sama-sama mengulang narasi dan diskursus yang selama ini telah mereka sampaikan di media maupun ketika turun langsung ke lapangan.

“Nyaris tak ada kebaruan dari Ma’ruf dan Sandi, substansinya daur ulang saja. Bedanya hanya perspektif yang digunakan dalam mengatasi masalah,” kata Adi, Senin (18/3/19).

Menurut Adi, debat cawapres ‘telat panas’ karena aksi saling sindir justru terjadi saat segmen terakhir, yaitu pernyataan penutup.

Ma’ruf menyindir tentang produksi hoaks yang kerap menyerang paslon nomor urut 01, sedangkan Sandiaga menyindir sejumlah program kartu petahana yang dinilai mubazir dan tak efektif.

Meski hambar dan ‘telat panas’, Adi mengatakan, kabar baik dari debat cawapres adalah seluruh visi, misi, dan program Ma’ruf serta Sandi tersampaikan dengan baik.

“Ma’ruf konsisten melanjutkan semua capaian Jokowi ditambah dengan tiga kartu sakti. Sementara Sandi kekeuh dengan fashion-nya yang menganggap capaian Jokowi banyak celah yang harus diperbaharui,” tutur Adi.

“Secara umum pesan politik 01 dan 02 disampaikan dengan baik,” sambungnya

Serangan Sandi Lemah

Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes menilai, dalam debat itu, Sandiaga Uno tampak telah berupaya memberikan pertanyaan-pertanyaan serangan untuk Ma’ruf Amin. Tapi menurutnya serangan itu masih lemah dan belum mematikan.

Beberapa serangan yang dilontarkan Sandiaga, misalnya, isu tenaga kerja asing (TKA), pengangguran, dan juga BPJS Kesehatan.

“Saya melihat serangan itu masih datar. Serangan dari penantang itu belum serangan yang mematikan, masih sopan,” ujar Arya, Senin (18/3/19).

Menurut Arya, sebagai penantang, Sandiaga seharusnya bisa membuat image bahwa dirinya mampu membuat perubahan.

Perubahan harus terjadi karena ada situasi yang tidak menguntungkan masyarakat pada pemerintahan saat ini.

“Penantang harus mampu membangun image ke publik bahwa dia harus menghadirkan psikologi perubahan. Semalam itu tidak tampak,” ujar Arya.

Ketika Sandiaga menyebut akan mengatasi masalah BPJS Kesehatan dalam 200 hari pertama, Arya mengatakan, seharusnya Sandiaga memaparkan apa saja kesalahan dalam sistem saat ini terlebih dahulu.

Kemudian memaparkan satu per satu mengenai solusi yang akan ditawarkan.

Sementara itu, terkait serangan soal isu pengangguran, solusi yang ditawarkan Sandiaga juga dinilai tidak istimewa.

Solusi yang dimaksud Arya adalah Rumah Siap Kerja. Sebab pada saat yang sama, kubu Jokowi-Ma’ruf juga memiliki program pelatihan kerja serupa melalui Kartu Prakerja.

“Dia seharusnya membuat solusi yang wah,” katanya.

Arya berpendapat, dalam penampilan debat kali  ini karena Sandiaga masih berhati-hati dalam menghadapi Ma’ruf Amin. Akhirnya, Sandiaga belum mampu memicu perdebatan dan segala serangannya bisa ditangkis.

*****

Sumber : Kompas.com