Pelantar.id – Bahan bakar minyak (BBM) jenis avtur di Kota Batam ternyata jauh lebih mahal dibandingkan di Malaysia dan Singapura.
“Perbandingan harga avtur juga menentukan keberhasilan daya saing sebuah Bandara. Pada tahun 2020 saja, harga avtur Bandara Internasional Hang Nadim Batam berada di angka Rp7.800,- per liternya. Sedangkan Singapura Rp5.322,- dan Kuala Lumpur Rp5.432,- per liter. Ini sudah sepertiga lebih tinggi dari kedua negara tersebut,” kata Staf Ahli Bidang Regulasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Elen Setiadi, saat hadir secara virtual pada Forum Group Discussion (FGD) bertajuk peluang dan tantangan terkait pengelolaan usaha hilir minyak dan gas di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) yang diadakan BP Batam di Hotel Harris Batam Centre, Rabu (5/5/2021).
Ia berharap adanya dukungan semua pihaknya untuk membuat harga energi di Batam jadi lebih terjangkau.
“Harga avtur kita sepertiga lebih tinggi daripada Changi dan Kuala Lumpur yang membuat Batam menjadi tidak kompetitif. Sehingga semakin sulit meningkatkan aktivitas penerbangan dan MRO di Batam,” katanya.
Anggota Bidang Pengusahaan BP Batam, Syahril Japarin, menjelaskan, latar belakang Kota Batam sebagai kawasan free trade zone (FTZ) dan permasalahan terkait implementasi PP Nomor 41 Tahun 2021 terlebih urusan kuota dan izin impor.
Ia mengemukakan, BP Batam berharap mendapatkan dukungan yang kuat dari para stakeholders agar mampu menjadikan Batam sebagai kawasan yang tangguh dan kompetitif.
Ia menjelaskan, apabila tarif BBM dan gas turun, akan berdampak besar pada biaya logistik di Kota Batam. Hal itu dapat terwujud karena sebagian besar kelistrikan di Batam menggunakan gas bumi.
“Bila tarif gas tidak mengalami penurunan, akan menjadikan Batam sebagai kota dengan tarif BBM dan gas termahal se-Indonesia. Hal tersebut jelas akan mempengaruhi daya saing Batam sebagai daerah industri,” ujarnya.
Selain itu kata dia, BP Batam juga meminta perhatian lebih dari Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) RI terkait perizinan kuota dan izin impor dalam Online Single Submission (OSS) yang memang sudah dijelaskan dalam PP Nomor 41 Tahun 2021 agar diakomodir agar mekanismenya lebih jelas.