Pelantar.id – Proyek pelebaran jalan di hampir seluruh ruas jalan utama di Batam membawa berkahnya sendiri bagi seniman gambar partikelir. Graffiti hasil guratan seniman pembuatnya (biasa disebut ‘writer’) mulai bermunculan pada dinding beton hasil proyek pelebaran jalan tersebut.
Tepat pada Minggu (15/3), ratusan writer di berbagai kota di Indonesia menetapkan Hari Graffiti Indonesia atau Indo Grafity Day 2020 untuk kali pertama. Aksi itu pun diinisiasi oleh Garduhouse, sebuah wadah atau perkumpulan yang berisikan orang-orang yang mempunyai hobi sama terhadap graffiti dan seni jalanan.
Perkumpulan para senimam itu pun gencar menggelar event-event graffiti dengan tujuan pandangan masyakarat Indonesia terhadap seni jalanan tak terlampau buruk. Garduhouse bertempat di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan itu pun menggerakkan ratusan writer di 59 kota di Indonesia.
Koordinator aksi Indo Grafity Day 2020 di Batam, Rama Wardani mengatakan, aksinya kali itu lebih dari sekadar menyalurkan hobi. Dilakukan di salah satu tembok di Jl Raja Ali Haji, Nagoya, Batam, aksi itu pun melibatkan enam writer dengan konsep dan ciri khasnya masing-masing.
“Jadi sebelumnya, perwakilan writer di seluruh daerah di Indonesia itu musti mangajukan diri ke Garduhouse biar kotanya masuk ke dalam list aksi kali ini. Karena kalau ibarat salat, mereka itu kiblat writer di Indonesia,” kata Rama.
Keterlibatan Kota Batam dalam aksi serentak itu, kata Rama, bertujuan ingin mengenalkan seni serta budaya yang juga hidup di kota industri ini. Karena Indo Grafity Day 2020 tak mengusung konsep apapun, keenam writer itu pun menampilkan ciri khasnya masing-masing.
Namun, keenamnya setuju untuk menampilkan warna kuning dan ungu magenta pada tiap karyanya.
“Hasil karya hari ini juga bakal di-repost sama Garduhouse lewat Instagram mereka, jadi ada kebanggaan juga kan karya kita bisa diliat writer di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Melalui akun Instagram resmi Garduhouse (@garduhouse) disebutkan, Indo Grafity Day sengaja digelar serempak karena ingin semua pihak menjadi bagian dari pergerakan lintas budaya. Pemilihan tanggal Indo Grafity Day pun menegaskan bahwa Garduhouse adalah milik semua, tak hanya Jakarta.
“Garduhouse bisa terus bergerak atas dukungan semua pertemanan dan jejaring yang terbentuk. Di 15 Maret-lah Garduhouse berdiri, tanpa batasan!”
Rama berkisah, aksi seni jalanannya telah dilakoni sejak 2014 silam. Guratan karyanya pun telah menghiasi beberapa tembok di Batam. Disinggung mengenai dukungan pemerintah terhadap para writer, Rama hanya terkekeh.
“Dukungan itu kan banyak bentuknya, ya? Nah Pemerintah Kota (Pemko) Batam itu sejauh ini gak pernah komplain atau mempermasalahkan karya kami di tembok-tembok itu,”
“Jadi sejauh ini, itulah dukungan Pemko Batam,” ujarnya terkikik.
Rama pun secara terbuka mempersilakan siapapun yang berminat dalam seni jalanan, khususnya seni gambar dan lukis untuk bergabung.
“Sejauh ini kita gak ada wadah atau komunitas khusus, ya masing-masing aja. Jadi kalau ada yang punya minat dan hobi yang sama dan mau gabung di pergerakan lintas budaya ini, kontak aja aku di Instagram (@ramawardani),” katanya.
Aksi yang dimulai sejak pukul 08:00 WIB hingga pukul 17:00 WIB itu pun menarik perhatian pengendara kendaraan bermotor yang melintas. Tak sedikit bahkan yang menyempatkan diri berswafoto atau sekadar melihat-lihat.
Antara Seni dan Vandalisme

foto: fathur
Jauh sebelum muncul tembok-tembok beton yang bersanding dengan proyek pelebaran jalan baru-baru ini, para writer di Batam umumnya melampiaskan hasrat seninya pada dinding-dinding ruko atau gedung. Meski tak pernah bersinggungan dengan delik hukum saat beraksi, tak hanya sekali mereka ditegur oleh aparat kepolisian yang tak sengaja melintas.
Salah satu writer Indo Grafity Day 2020 di Batam, Dimas menolak jika guratan penuh warna karyanya disebut sebagai aksi vandal. Menurutnya, anggapan itu hanya keluar dari orang yang kurang edukasi.
“Secara bahasa, vandal itu kan aksi merusak barang. Yang kami lakukan kan justru sebaliknya,” katanya.
Menurutnya, apa yang dilakukan writer adalah mengubah tembok luas dengan warna monoton menjadi media seni yang diberi graffiti atau mural terkonsep.
Lebih jauh, ia pun menjelaskan perbedaan antara graffiti dan mural yang kerap dianggap sama. Graffiti, kata Dimas, adalah coretan di dinding dengan mempertimbangkan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan untuk Graffiti juga biasanya cat semprot atau spray.
“Graffiti bersifat individualis atau merujuk pada kelompok tertentu. Karena gambar yang dibuat biasanya identik dengan si pembuat atau komunitas writer,” terangnya.
Sementara mural, menurut Dimas memiliki arti yang lebih luas. Sebab mural seringkali digunakan untuk menyampaikan kritik sosial.
“Secara deskripsi sih begitu, walaupun belakangan baik graffiti maupun mural sering dipadu padankan, dan maknanya bisa disesuaikan dengan tujuan writer itu sendiri,” tutup Dimas.
(Ftr)