
pelantar.id – Ibu Kota Republik Indonesia, Jakarta ditetapkan sebagai juara untuk kota dengan polusi udara terburuk di kawasan Asia Tenggara tahun 2018. Hal itu merupakan hasil studi Greenpeace dan IQAirVisual yang dipublikasikan pada Selasa (5/3/19) lalu.
“Jadi, ratusan kota dimonitor kualitas udaranya secara reguler pada tahun 2018. Jakarta menempati urutan pertama dan Hanoi berada di urutan kedua di Asia Tenggara untuk kualitas udara terburuk,” kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak, Kamis (7/3/19) malam.
Berdasar riset itu, rata-rata harian kualitas udara di Jakarta dengan indikator PM 2.5 pada tahun 2018 adalah 45,3 mikrogram per meter kubik udara.
Adapun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan pedoman rata-rata harian kualitas udara yang sehat adalah 25 mikrogram per meter kubik udara.
Artinya, rata-rata harian kualitas udara di Jakarta lebih buruk 4,5 kali lipat dari batas aman dan batas sehat yang ditetapkan oleh WHO.
“Angka itu (rata-rata kualitas udara Jakarta) juga meningkat dibanding tahun 2017 di mana rata-rata harian kualitas udara di Jakarta adalah 29,7 (mikrogram per meter kubik udara),” ujar Leonard.
Penyumbang Polusi
Menurut Leonard, ada dua faktor penyumbang polusi udara di Jakarta.
Pertama, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta semakin meningkat setiap tahunnya sehingga meningkatkan emisi kendaraan bermotor.
Faktor kedua adalah adanya pembangkit listrik tenaga uap batu bara dalam radius 100 meter di sekitar Jakarta. Leonard menyebutkan, PLTU berkontribusi menyumbang 33-36 persen polusi udara di Jakarta.
“Greenpeace juga melihat di sekitar Jakarta dalam radius 100 meter, ada pembangkit listrkk tenaga uap batu bara. Jadi, itu juga menyumbang dengan serius untuk tingkat polusi udara di Jakarta,” ujar Leonard.

Pemprov DKI Diminta terbuka
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diminta bersikap terbuka untuk menginformasikan kualitas udara di Jakarta kepada masyarakat.
Keterbukaan informasi bisa membuat masyarakat lebih peduli dalam mencegah peningkatan polusi udara di Jakarta.
“Solusi jangka pendek untuk menurunkan tingkat polusi udara di Jakarta gak ada yang ideal, tapi kita bisa mulai dengan terbuka dengan kondisi ini. Enggak perlu menutupi permasalahan dengan mengatakan kualitas udara di Jakarta masih bagus,” kata Leonard.
Selain itu, pembangunan transportasi publik dan peningkatan pajak progresif kendaraan bermotor juga bisa membantu menurunkan polusi udara.
Pemprov DKI diharapkan bisa mulai mengajak masyarakat untuk menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi.
“Solusi jangka panjangnya jelas pengurangan kendaraan pribadi, diganti dengan transportasi publik secara massal. Pajak progresif kendaraan bermotor juga harus serius, jangan segampang dan semurah sekarang,” kata Leonard.
Hingga saat ini, Pemprov DKI belum memberikan klarifikasi terkait kualitas udara di Jakarta.
*****
Sumber : Kompas.com