pelantar.id – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Burhanuddin menegaskan, masyarakat Kepri membutuhkan pasokan beras impor. Ia berharap pemerintah pusat tidak kaku dalam mengambil kebijakan impor beras, apalagi di wilayah lainnya diizinkan.

“Izinkan BUMD atau Badan Pengusahaan Batam impor beras. Siapkan satu pelabuhan khusus di Batam, berikut gudang beras, yang mungkin dapat dipersiapkan untuk menutupi kebutuhan masyarakat daerah lainnya,” katanya di Tanjungpinang, akhir pekan lalu.

Menurut Burhanuddin, masyarakat butuh beras impor, karena lebih mudah dijangkau dengan harga yang relatif murah. Apalagi jumlah pasokan beras dan gula Bulog sebenarnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan warga.

Berdasarkan data Bulog, persediaan beras di Kepri mencapai 4.008.202,9 kg, gula 636.659 kg dan minyak goreng 34.844 liter.
Sementara konsumsi beras mencapai 133.763 ton/tahun atau 11.147 ton/bulan, konsumsi gula pasir mencapai 1.337 ton/tahun atau 115 ton/bulan, sementara minyak goreng 26.555.804 liter/tahun atau 2.212.983 liter/bulan.

Sedangkan berdasarkan perhitungan Disperindag Kepri, konsumsi beras masyarakat mencapai 271.000 ton/tahun, dua kali lipat lebih banyak dari data Bulog. Maka, menurut dia satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yakni impor beras, mengingat letak geografis Kepri yang berdekatan dengan Negara Jiran, semestinya pemerintah pusat merealisasikannya.

Menurut Burhanuddin, data Bulog mengenai kebutuhan masyarakat kurang akurat, karena hanya menghitung berdasarkan jumlah penduduk tempatan.

“Kalau dihitung berdasarkan jumlah penduduk tempatan, ya cukup, tetapi apakah kenyataannya cukup tanpa beras impor? Tidak,” ujarnya.

Ia mengatakan, Bulog tidak menghitung kebutuhan beras warga pendatang yang bekerja dalam waktu tertentu di Batam. Jumlahnya mencapai ribuan orang.

“Bagaimana dengan beras yang dikonsumsi wisman? Beras yang dikonsumsi awak kapal? Jumlahnya ribuan orang juga. Itu harus dihitung juga, karena mereka menikmati beras yang sama dengan masyarakat Kepri,” katanya.

Kepri tidak sama seperti Jawa yang begitu mudah mendapatkan bahan pokok. Dalam waktu beberapa jam daerah di Pulau Jawa sudah mendapatkan beras. Sedangkan masyarakat Kepri harus menunggu berhari-hari untuk mendapatkan beras dari Jawa. Apalagi untuk pendistribusian beras di daerah perbatas di Kepri.

Burhanuddin mengatakan, distribusi yang jauh, dari daerah satu ke daerah lainnya, menyebabkan biaya operasional tinggi sehingga tidak memungkinkan bagi pedagang di Kepri menjual beras di bawah harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

“Beras Bulog juga didistribusikan dalam jarak yang jauh, dari Sumut ke Riau baru ke Kepri,” ujarnya.

Selama ini, permintaan agar pusat membuka kran impor beras untuk Kepri sudah lantang disuarakan Pemerintah Kota Batam. Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengaku sudah ke Jakarta untuk membicarakan rencana impor beras, bulan lalu. Selain dia, ikut pula Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Lukita dan Gubernur Kepri Nurdin Basirun.

Rencananya, masalah ini akan dibahas bersama Komisi VI DPR RI. Menurut Rudi, Kepri akan memaparkan kegiatan impor beras 5 tahun silam.

“Kan dulu bisa masuk (beras impor),” kata dia.

Gubernur Nurdin Basirun menegaskan, Pemprov Kepri akan beras impor untuk seluruh wilayah di Kepri. Saat berkunjung ke Batam Februari 2018 lalu, Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno mengatakan, impor beras diperlukan lantaran terjadi ketidaksinkronan data produksi beras dengan konsumsi beras.

“Stok sedikit sementara permintaannya banyak, makanya diperlukan impor. Juga untuk menjaga kepastian cadangan beras,” kata dia.

Penulis: Albar
Editor: Yuri B Trisna