pelantar.id – Sejak awal Februari 2019, banyak pelaku usaha online yang mengeluhkan pengiriman dari dan ke Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Barang-barang paket menumpuk baik di gudang kargo bandara maupun di beberapa kantor jasa pengiriman.

“Pusing saya, konsumen sempat banyak yang komplain karena barang tak sampai-sampai. Padahal uang sudah saya terima,” kata Rina, pelaku usaha online di Langsa, Aceh, Rabu (20/2/19).

Rina mengaku, banyak mengambil atau memesan barang dari Batam untuk kemudian dijualnya kembali. Barang-barang yang paling banyak dipesan pelanggannya adalah produk fesyen seperti baju, tas dan parfum.

Rina sudah merasakan pengiriman barang dari Batam bermasalah sejak minggu pertama Februari lalu. Ia pun sigap mencari informasi penyebab masalah tersebut. Mulai dari bertanya langsung kepada penyuplai maupun membaca berita-berita tentang masalah ini di internet.

“Saya kirim link-link berita dari media online di Batam yang menulis tentang penumpukan barang ini kepada konsumen. Supaya mereka bisa tahu dan maklum kenapa kiriman lama sampainya,” kata dia.

Penumpukan barang paketan dari Batam ke luar daerah hampir terjadi di semua perusahaan jasa titipan (PJT). Di Kantor Pos Cabang Batam, misalnya, ada penumpukan barang lebih dari 20 ribu paket. Begitu pula dengan perusahaan jasa-jasa pengiriman lainnya.

Kondisi itu sempat bikin heboh lantaran Batam dianggap seperti bukan bagian dari negara Indonesia karena aturan barang keluar sangat ketat. Hal ini tak lepas dari kebijakan Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai tipe B Batam yang menerapkan sistem layanan baru.

Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea Cukai, Deni Surjantoro menjelaskan, penumpukan barang yang terjadi gudang PJU lantaran adanya peralihan sistem kepabeanan dari manual menjadi otomatis. Sistem yang digunakan adalah Customs-Excise Information System and Automation (CEISA).

“Betul adanya KEP 07, tanggal 1 Februari 2019 itu untuk uji coba dan mandatori. Kedua Batam itu sudah masuk sebagai kawasan kepabean sehingga perlakuannya sudah lama seperti daerah luar negeri,” ujarnya, Selasa (19/2/19) dilansir dari Detik.com.

Sebelumnya di kawasan FTZ (Free Trade Zone) itu menggunakan mekanisme manual untuk melakukan pendataan hingga pemeriksaan untuk setiap barang yang masuk.

“Kiriman itu bukan hanya fisik barangnya, tapi juga termasuk urusan fiskalnya, di dalamnya kan ada nilai barangnya, jumlah barangnya. Nah di samping itu khusus barangnya ini kita lihat apakah barang ini termasuk ketentuan larangan atau pembatasan atau tidak,” kata dia.

Nah, pada awal bulan Februari dilakukan proses transisi ke sistem CEISA. Sistemnya, para PJT harus melakukan input data atas barang yang hendak masuk ke gudangnya.

Kemudian petugas Bea Cukai tinggal melakukan pengecekan di sistem. Lalu saat keluar pemeriksaan dilakukan untuk menyesuaikan dengan data yang telah diinput.

“Ini supaya lebih cepat. Nah proses ini ada transisi karena ada penerapan, itu bisa terjadi dari manual ke automasi. Proses itu sudah dimulai dengan sosialisasi, uji coba sampai mandatori,” ujar Deni.

Deni menegaskan, Bea Cukai sudah melalukan sosialisasi kepada para PJT sejak Desember 2018. Tapi entah kenapa terjadi kendala. Namun ia memastikan, saat ini aliran barang dari Batam ke luar daerah sudah mulai normal kembali.

J&T Hentikan Layanan Sementara

Penumpukan barang di gudang perusahaan pengiriman barang membuat beberapa PJT menjadwal ulang layanan mereka. Salah satunya adalah J&T Express. Mereka menghentikan layanan pengiriman barang dari Batam yang berlaku sejak 17 Februari hingga 24 Februari 2019.

Sekretaris Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Kota Batam, Arif Budiyanto mengatakan, penghentian penerimaan barang terpaksa diterapkan manajemen J&T Express karena adanya penumpukan barang di gudang logistik mereka.

“Barang saat ini banyak menumpuk di gudang. Mereka butuh waktu untuk merilis, melepas, dan mengurainya,” kata Arif, Senin (18/2/19) dikutip dari Tribun Batam.

Arif mengatakan, kebanyakan barang yang akan dikirim itu, merupakan barang e-commerce yang akan dikirim keluar Batam. Menurutnya, saat ini, pelayanannya memang agak terhambat.

“Makanya mereka menunggu agak reda dulu. Tapi ini bukan berhenti melayani ya. Hanya sementara waktu saja,” ujarnya.

Menurut Arif, banyaknya barang menumpuk di PJT karena beberapa faktor. Di antaranya, dampak dari kenaikan harga tiket pesawat rute domestik oleh beberapa maskapai penerbangan. Akibatnya, terjadi pengurangan jam terbang pesawat yang berarti berkurang pula jumlah pengiriman barang dari PJT.

“Pesawat saja terbatas kargonya. Harga tiket naik, banyak yang cancel. Pesawat tak terbang, jadi barang juga tak berangkat,” kata Arif.

Faktor lain adalah, penerapan sistem baru CEISA yang diterapkan Bea dan Cukai untuk pelayanan pengiriman barang keluar dari Batam.

“Dengan sistem ini, memang harus jujur kirim barangnya, biar proses di BC tak terhambat. Tapi ini hanya satu faktor saja. Masih banyak faktor lainnya,” ujarnya.

Arif mengatakan, masalah barang yang menumpuk di PJT, sejak beberapa hari ini sudah mulai terurai. Pengiriman barang dari Batam ke luar daerah telah lancar lagi.

*****

Editor : Yuri B Trisna

Foto: Petugas Kantor Pos saat sedang menumpuk barang kiriman pelanggan JPT di halaman Kargo Bandara Hang Nadim, Batam, Sabtu (16/2/19). (GATRA/Panca/far)