Pelantar.id- Efek gembira ternyata tidak selamanya dapat mempengaruhi orang lain. Orang yang senang tertawa tidak selalu membuat orang sekitar menerima kegembiraan.
Memang, tertawa terkadang dapat menularkan orang lain untuk tertawa pula. Namun, sebaliknya ditemui pula orang-orang yang ternyata tidak bisa menerima suara tawa atau ikut bahagia menerima tawa orang lain.
Psikolog menyebut kecenderungan itu dengan gelotophobia, atau ketakutan ditertawakan. Bagaimana kondisi ini bisa timbul?
Dari psychology today, Psikolog Jerman Kay Brauer dan René Proyer mengatakan bahwa akar dari gelotophobia terletak pada gaya keterikatan yang kita kembangkan di masa kanak-kanak.
Saat bayi, anak mengembangkan keterikatan yang aman dengan ibu dan pengasuh mereka.
Keterikatan itu membentuk rasa percaya pada orang lain yang membawa ke hubungan dewasanya.
Namun tidak semua anak dapat membentuk kepercayaan itu. Ada banyak hal yang mempengaruhi termasuk depresi sang ibu pascapersalinan, stres berlebihan dan hipersensitivitas anak atau rasa takut yang berlebihan di sisi lain.
Anak-anak yang cemas akan cerewet dan banyak menuntut di sekitar ibunya, mungkin karena mereka telah mengetahui bahwa itulah satu-satunya cara untuk menarik perhatiannya.
Sebaliknya, anak-anak yang cenderung menghindar, belajar menenangkan diri, dan mereka tidak menunjukkan minat pada apakah ibu mereka ada di sekitar atau tidak.
Saat dewasa anak tipe menghindar, mereka takut berada terlalu dekat dengan orang lain.
Beberapa di antaranya adalah menjadi penyendiri sepanjang hidup mereka. Jika membentuk hubungan dengan orang lain akan berlangsung singkat saja. Kondisi ini dapat berpengaruh membentuk rasa takut tersebut.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa gelotophobes adalah kondisi seseorang yang takut ditertawakan dan mengalami lebih sedikit hubungan dekat hingga merasa kesepian yang lebih lama dalam hidup.
psychology today