Penulis: H.M Chaniago.
Pelantar.ID – Berbicara tentang kehidupan, kadang kita menjalani layaknya labirin yang panjang. Ia serupa teka-teki yang harus terus dipahami dan kemudian hari dipecahkan seiring berjalannya waktu.
Semuanya normatif, hingga kita mendapatkan waktu menentukan di mana posisi harus berhenti, baik sejenak atau selamanya atau pun tidak sama sekali.
Seperti kisah dalam cinema coming age story Jepang, karya Yuki Tanada berjudul One Million Yen Girl. Hidup seorang protagonis di film ini bukanlah hanya tentang perasaan bahagia semata. Rasa yang didambakan semua insan manusia itu tidak berlaku lama bagi Suzuko Sato (diperankan oleh Yu Aoi). Hidup yang depresif namun tetap selalu layak untuk dihidupi.
Meskipun begitu. Dalam film berdurasi 2 jam 1 menit ini, alih-alih membawa kita dalam jurang kesedihan yang terlamat dalam, Yuki Tanada mencoba membawa toko utamanya untuk menciptakan diskursus kebahagiannya secara pribadi.
Secara keseluruhan plot yang diciptakan dalam film kelima karya sineas kelahiran Fukuoka Prefecture, Jepang ini cukup halus untuk dinikmati. Sinematografi yang cukup menarik, tak lepas dari sudut-sudut pengambilan gambar menyoroti pemandangan khas Jepang dalam bagian tertentu, mungkin karena film ini juga merupakan jenis road movie.
Singkatnya, film ini bertutur tentang Suzuko Sato. Seorang perempuan remaja yang mulai mengalami banyak masalah ketika memilih hidup secara mendiri. Dalam sebuah adegan film, akibat kesalahan yang tak disengaja ia pun sempat mendekam di penjara.
Konflik awal yang diangkat sutradara cukup mulus melaju hingga narasi selanjutnya. Selepas keluar penjara, keadaan mulai berubah, ketika Suzuko memilih untuk kembali tinggal di rumah orangtuanya. Karena pernah masuk penjara orangtuanya merasa malu dan terbebani akan gosip dari tetangga.
Dalam ketidaknyamanan inilah pertualangan bertema ‘one million’ itu dimulai. Suzuko yang mulai merasa tak nyaman tinggal di rumah orangtuanya memilih untuk pindah dan kembali hidup mandiri lagi di kota lain ketika uangnya telah genap satu juta Yen.
Namun premisnya tidak hanya di sini, setiap memiliki uang satu juta Yen, maka ia akan kembali pindah hidup di kota lain. Semua ini tentu karena hasrat pertualangannya dan labirin panjang pencariannya akan kebahagian hidup.
Demi mencapai target tabungannya, sudah tentu ia harus bekerja keras. Menariknya, sutradara di sini begitu pas memilih Yu Aoi untuk memerankan Suzuko Sato. Wajahnya yang loveable dan tabiatnya yang pendiam menyimpan banyak misteri bagi orang lain dalam setiap perjalan yang ia lakukan.
Mengutip pernyataan salah seorang petualang legendaris Christopher McCandless atau yang lebih kita kenal dengan Alexander Supertramp, “Inti dari semangat manusia yakni berasal dari pengalaman yang baru”. Hal ini sangat diterapkan dalam film, setiap perjalan yang ditempuh Suzuko menjadi hasrat baru dalam hidupnya, meski terkadang butuh perjuangan dalam menggapainya.
Ketika rangkaian perjalanan Suzuko dimulai, ia pergi ke setiap tempat dan mencari pekerjaan-pekerjaan paruh waktu hingga berhasil mengupulkan uang satu juta yen. Ragam jenis pekerjaan ia lakukan, dari menjadi penjual bunga di sebuah kota kecil, lalu menjadi pemetik plum di pedesaan, hingga menjadi tukang es serut di pinggir pantai.
Dalam setiap perjalanannya, Suzuko menyadari bahwa pertualangannya tidak hanya perihal kecukupan uang yang membuat ia harus pindah, akan tetapi perasaan tidak nyaman ketika ia sudah mulai dikenal dekat orang-orang di sekitarnya. Karena ia tak ingin orang yang baik kepadanya merasa terbebani sebab ia pernah masuk penjara.
Hanya saja, dalam film ini endingnya bagi saya menjadi suatu hal yang biasa, dan ini wajar untuk sebuah kisah drama yang mengangkat timeline kehidupan yang tak melulu semanis gula.
Dalam hal ini, Tanada selaku sutradara memilih mengakhiri pertualangan Suzuko ketika ia bertemu mahasiswa paruh waktu, Ryohei (Mirai Moriyama). Seperti biasa dalam kisah romansa, urusan klise seperti jatuh cinta membuat pertualangan pindah-pindah kota sang protagonis berakhir dengan pertualangan yang baru.
Hanya saja, bumbu-bumbu drama di sini asyik dan layak diikuti, ketika gayung cinta mereka bersambut, dan Suzuko merasa nyaman dengan si mahasiswa, ia pun harus dihadapkan akan pilihan dilematis, menepati prinsip hidup pertualangan pidah hidup antar kota atau tinggal bersama Ryohei.
Bagi saya sendiri menonton sinema ini merupakan refleksitas, sekaligus rekreasi dan pedoman dalam pertualang hidup. Dan hal lainnya karena memang saya senang lama-lama menatap wajah Yu Aoi yang menggemaskan.
Pun perihal film ini, bagi saya merupakan perpaduan antara bildungsroman dan road movie yang sangat menarik. Ditambah lagi alur cerita yang cukup halus dalam menampilkan pergolakan psikologis sang tokoh utama. Kita diajak untuk berkontemplasi dan subjektif saya, film ini sukses meninggalkan kesan tersendiri.