pelantar.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya mengatur sistem penggunanaan listrik tenaga surya (PLTS) atap. Aturan tersebut tercantum pada Permen Nomor 49 Tahun 2018.

Dalam aturan tersebut, dijelaskan bahwa panel surya bisa mengekspor energi listrik ke jaringan PT PLN (Persero) sehingga bisa mengurangi tagihan.

Menurut Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Harris, terdapat meteran ekspor-impor pada PLTS atap. Sehingga sebagian listrik yang dihasilkan bisa diekspor ke jaringan PT PLN.

Sebagian listrik tersebut diekspor dan disimpan dalam jaringan PLN dan digunakan sebagai pemotongan biaya pada bulan selanjutnya. Sehingga tagihan listrik akan jauh lebih murah.

“Kita ekspor ke PLN nanti bukan dinilai uang, tapi dalam bentuk kWh juga. Jadi itu yang diekspor itu disimpan untuk nanti mengurangi tagihan, ibarat deposit lah,” katanya, Selasa (27/11/18).

Ia mencontohkan sistematis ekspor-impor listrik dari PLTS ke jaringan PLN. Bila suatu rumah menghasilkan 1.000 kWh dan hanya menggunakan 800 kWh, maka 200 kWh sisanya akan diekspor ke jaringan PLN.

Namun, yang diekspor tersebut tidak dalam ukuran yang sama sebesar 200 kWh melainkan mesti dikali 65 persen, yakni sebesar 130 kWh. Hasilnya, angka 130 kWh itu yang akan digunakan untuk mengurangi tagihan listrik.

“Sisanya 200 kWh itu dikali 0,65 (65 peesen) itu kalau mau dikonversi mau bayar tagihan. Jadi di bulan berikutnya itu sudah deposit PLN dan tagihan dari PLN impor kita 1.000 kWh nah yang diimpor itu selisih 130 jadi cuma 870 bayarnya,” kata dia.

Agar tagihan bisa lebih murah, listrik dari panel surya dijual ke PLN dengan menggunakan sistem ekspor-impor.

Dikutip dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 Pasal 6, energi listrik dari PLTS atap akan dihitung berdasarkan nilai kWh dikalikan 65 persen saat diekspor ke sistem jaringan milik PLN.

“Energi listrik Pelanggan PLTS atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65 persen, bunyi aturan tersebut.

“kWh ekspor sendiri adalah jumlah energi listrik yang disalurkan dari sistem instalasi pelanggan PLTS atap ke sistem jaringan PT PLN yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor,” terang aturan tersebut.

Lebih lanjut, perhitungan energi listrik dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih hantaran listrik nilai kWh impor dengan nilai kWh ekspor. Bila terdapat selisih jumlah energi listrik yang diekspor lebih besar dari yang diimpor, angka tersebut akan diakumulasikan sebagai pengurangan tagihan listrik di bulan berikutnya.

Adapun, akumulasi selisih tersebut dilakukan paling lama tiga bulan dengan perhitungan tagihan listrik bulan Januari sampai Maret, April sampai Juni, Juli sampai September, atau Oktober sampai Desember.

Ilustrasi listrik panel surya.
Foto: Youtube

Cara Pemasangan

Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 Pasal 7 seseorang harus menjadi konsumen PT PLN (Persero) terlebih dahulu. Kemudian, ia bisa melakukan pengajuan pemasangan PLTS atap ke General Manager Unit Induk Wilayah/Distribusi PT PLN (Persero).

Saat mengajukan permohonan, tidak lupa konsumen juga harus melengkapi persyaratan administrasi dan teknis yang ditentukan, misalnya Nomor Identitas Konsumen PLN.

Selain itu, konsumen juga harus melampirkan perubahan mekanisme pembayaran dari prabayar menjadi pascabayar dengan melengkapi beberapa persyaratan teknis. Pertama memuat besaran daya terpasang sistem PLTS atap, kedua mencantumkan spesifikasi teknis perlatan yang akan dipasang dan diagram satu garis.

“Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. besaran daya terpasang Sistem PLTS Atap, b. spesifikasi teknis peralatan yang akan dipasang, dan c. diagram satu garis,” bunyi aturan tersebut.

Adapun, permohonan yang diajukan akan dievaluasi oleh PLN dalam 15 hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Sedangkan yang belum melengkapi persyaratan diharap menyampaikan pemberitahuan paling lambat dua hari setelah evaluasi.

Sementara itu, setelah permohonan dievaluasi dan verifikasi sistem PLTS atap bisa dilakukan oleh lembaga atau jasa yang melakukan usaha pemasangan pembangkit listrik tenaga baru atau terbarukan dengan kapasitas dibatasi paling tinggi sebesar 100 persen dari daya terpasang.

“Kapasitas sistem PLTS atap dibatasi paling tinggi 100 persen dari daya tersambung konsumen PT PLN,” jelas aturan itu.

 

 

Sumber : Detik.com