Penulis: H.M Chaniago
Harga sebenarnya dari segala sesuatu adalah jerih payah dan kesulitan untuk memperolehnya – Adam Smith
Pelantar.id – Puluhan bahkan ratusan ribu lebih produk-produk second mengisi sekat ruang perekonomian di kota Batam. Dari pakaian bekas, barang elektronik, hingga pernak-pernik lainnya berjubel di pasar seken seperti Aviari, Taras, dan Pasar Jodoh.
Geliat perdagangan barang bekas ini juga mengisi ruang perekonomian pedagang di pasar-pasar kaget yang semakin menjamur terutama di Kecamatan Batuaji, Sagulung atau di kecamatan lain di kota Batam.
Hal ini tentu tumbuh bukannya tanpa alasan. Ada faktor ekonomi di dalamnya, seperti daya minat yang tinggi akan barang bekas sehingga perdagangannya menjadi alternatif lain di antara produk-produk baru yang mengisi pasar resmi seperti mall, butik, atau official store suatu brand.
“Tak ada matinya”, itu adalah ungkapan yang tepat untuk mewakili kegiatan perdagangan barang bekas atau dalam kata lain disebutkan juga dengan previously owned.
Preloved karena hanya di pasar sekenlah kita bisa mendapatkan barang branded dengan kualitas yang tak kalah dari produk-produk baru.
Dari Gucci, Balenciaga, Off-White, Stussy, Bape, Nike, Prada, Chanel, Burberry, Hermes, Versace, Louis Vuitton, Supreme bahkan hingga brand fast fashion seperti Uniqlo dan H&M semua bisa didapat dengan harga murah.
Hal lain yang membuat pasar seken semakin tumbuh subur adalah lebih tepatnya perihal mass consumption atau tren budaya masyarakat konsumsi yang telah semakin mendarah daging di era post-modernisme ini.
Jika ditelaah dari sisi sosiologi masyarakat, konsumsi tidak hanya dipandang sebagai hasrat pemenuhan kebutuhan fisik dan biologis semata. Ada aspek sosial budaya yang mengakar di dalamnya, karena disebutkan konsumsi juga merupakan bagian dari selera, indentitas serta life style (gaya hidup) urban.
Kendati dalam beberapa kajian dan telaah yang disampaikan pakar ekonomi, konsumsi dikategorikan dengan selera stabil yang bermuara pada nilai dari daya guna barang yang dibentuk dari sikap individual seseorang, dan dipandang dari faktor-faktor di luar organisme (eksogen) itu sendiri.
Namun, dalam kajian sosiologi masyarakat, selera lebih difokuskan pemaknaannya sebagai suatu hal yang berubah-ubah (un-static) tergantung dari kelabilan personal.
Kajian di ataslah yang membuat pasar seken memiliki tempat tersendiri bagi golongan personal tertentu, misalnya golongan menengah ke bawah. Sementara keinginan untuk mengikuti tren tidak bisa terbendung karena pengaruh dari lingkup sosial.
Hal di atas juga dipertegas oleh Rookies, seorang pedagang seken online Batam di Instagram @blackbird2nd. Menurutnya keberadaan barang-barang seken ini menjadi surga bagi penggemar fashion yang ingin mendapatkan harga dari suatu produk di bawah harga asli produk itu sendiri.
Seperti brand pakaian Bape, ia sebutkan harga barunya dikisaran di atas 1,5 juta bahkan lebih, namun di pasar seken bisa didapatkan seharga 300-500 ribu. Sangat jauh dari harga produk baru.
Hal serupa juga disampaikan Baron, pemilik toko online @jufoyou_by_bar beragam produk barang branded bernilai tinggi bisa didapatkan dengan harga miring di pasar seken.
Bahkan brand mewah seperti Louis Vuitton (LV) yang dipasaran berharga puluhan juta lebih bisa didapatkan dengan harga yang tidak terlalu menguras kantong.
“Pernah dapat merek LV ori, harganya 500 ribu. Di jual lagi ya cukup lumayan harganya,” terang Baron.
Kemudian hal lainnya disapaikan juga oleh Willy, @warsecondstore. Willy mengatakan untuk tas merk Balenciaga harga barunya saja kisaran di atas dua puluhan juta, sementara di pasar seken bisa didapat dari harga 500 s/d 1 juta rupiah.
“Inilah yang membuat bisnis sekenan menjadi menarik, terutama bagi penggemar fashion mahal,” terangnya.
Sementara itu, Thesa seorang mahasiswi kampus swasta di Batam mengatakan, pasar seken banginya adalah surga fashionista berkantong cekak, karena di sana dia bisa mendapatkan barang branded dengan harga yang ekonomis.
“Saya bisa bergaya ngikutin tren tanpa harus menguras uang banyak,” ujarnya singkat.
Meski begitu, jika anda ingin mencoba mengikuti tren populis branded namun mencari harga miring di pasar seken, juga harus hati-hati dan teliti. Karena tidak semua produk branded di sana original, beberapa juga ada yang replika, imitasi atau KW. Terutama produk-produk yang diproduksi di negeri Seribu Pagoda, Thailand.
Hal lainnya untuk mendapatkan pruduk branded di pasar adalah kesabaran, karena banyak orang lain juga yang turun untuk mencari kesenangan yang sama. Seperti yang diungkapkan ekonom kenamaan Adam Smith, harga sebenarnya dari segala sesuatu adalah jerih payah dan kesulitan untuk memperolehnya.