Pelantar.id – Puluhan pedagang Pasar Induk Jodoh masih menolak rencana relokasi yang direncanakan Pemko Batam. Keberataan itu disampaikan mereka dalam pertemuan dengan Dinas Perdagangan dan Perisdustrian (Desperindag) Kota Batam di Pasar Induk Jodoh, Selasa (2/10) kemarin.

Pertemuan itu dihadiri oleh Kepala Dinas Disperindag Kota Batam Zarefriadi, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemko Batam Yusfa Hendri, dan Asisten Perkenomian dan Pembangunan Pemko Batam Pebrialin, serta beberapa pejabat pemerintah lainnya.

Salah seorang perwakilan pedagang yang juga dari Himpunan Pedagang Bersatu (HPB), Jumpa Siregar mengatakan, persolan Pasar Induk turut membawa sejarah panjang.

Menurutnya ratusan pedagang yang datang dari kampung halamannya masing-masing, menaruh harap besar saat pertama kali menempati kawasan dagang tersebut.

Untuk itu, saat pemerintah hendak merelokasi, maka ada beberapa hal yang harus diperjelas terlebih dahulu.

“Misalnya seperti luas lahan. Kami semua tahu bahwa Pasar Induk Jodoh ini memiliki luas lahan 4,9 hektare. Namun dalam rencana revilitasi, luasnya menjadi 1,5 hektare saja. Sisanya ke mana?” kata dia.

Lanjut Jumpa, dirinya juga pernah memeriksa luas lahan Pasar Induk Jodoh ke Badan Pertanahan Negara (BPN). Hasilnya pun mengatakan bahwa kawasan tersebut memiliki sertifikat.

Hal ini juga yang menjadi pertanyaan seluruh pedagang yang merasa tak pernah mendapatkan sertifikat tersebut.

“Jadi sebelum kami direlokasi dan pasar ini direvitalisasi, berikan dulu kejelasan terkait dua hal tersebut,” katanya.

Begitu juga yang disampikan Ketua RT Pasar Induk Jodoh, Tengku Abdul Rahman. Ia mengeluhkan relokasi pedagang yang dilakukan Pemko Batam ke tempat yang telah ditentukan.

Meski lokasinya berdekatan dengan Pasar Induk Jodoh, namun harga sewa yang dipatok tiap bulannya dianggap terlalu mahal.

“Mengingat kondisi ekonomi Batam yang dalam dua tahun belakangan ini dalam kondisi yang tak baik, pendapatan kami juga ikut terpengaruh. Makannya biaya sewa di lokasi baru itu terlalu mahal,” akunya.

Abdul juga merasa bahwa relokasi sendiri nantinya akan merugikan pihak pedagang. Mengingat banyak dari mereka yang telah menjual harta benda di kampung halaman untuk kemudian dijadikan modal berdagang di Pasar Induk Jodoh.

“Kalau sekarang saja omzet kami sudah turun, apalagi kalu pindah lokasi. Ini kan seperti memakan buah simalakama,” ungkapnya.

Relokasi di Bantu Pihak Swasta

Disperindag Batam saat berdialog dengan pedagang Pasar Induk Jodoh Batam

Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Terpadu Pemko Batam Yusfa Hendri mengatakan, permasalahan relokasi, Pemko Batam mendapat bantuan pihak swasta yang bersedia menampung pedagang-pedagang Pasar Induk Jodoh.

Hal ini tentu disambut baik oleh pihak Pemko Batam namun sebaliknya, pedagang merasa uang sewa yang harus dibayar tiap bulannya dirasa memberatkan.

“Pedagang memang diwajibkan membayar iuran Rp1 juta tiap bulannya, namun untuk tiga bulan pertama uang sewa tersebut digratiskan. Jika memang uang sewa itu terlalu mahal, kami tentu tak bisa mengintervensi. Tapi akan kami coba komunikasikan kembali, agar tak pihak ada yang merasa dirugikan,” bebernya.

Ia menambahkan, pengosongan Pasar Induk Jodoh merupakan langkah awal pembangunan kembali pasar tersebut. Selain itu pengosongan dilakukan agar dana yang berasal dari Kementerian Perdagangan RI dapat segera turun dan revitalisasi pun dapat segera dilaksanakan.

Saat ini, setidaknya terdapat 86 lebih kios yang masih bertahan dan akan dipindahkan ke kios baru. Meski begitu Yusfa belum bisa memastikan kapan penggusuran akan dilakukan.

Hasil dialog beberapa kali dengan para pedagang akan kembali dibicarakan bersama tim terpadu lainnya.

“Kios baru tepat relokasi itu hanya pilihan, jika pedagang punya tempat lain, silakan cari sendiri. Namun jika tak ditemukan jalan keluar, penertiban akan tetap dilakukan,” katanya.

Ia melanjutkan, sebelumnya penertiban akan dilakukan, namun kondisi tidak memungkinkan pasalnya warga menolak dan meminta rapat kembali. Namun, setelah beberapa kali pertemuan tidak ada titik temu, bahkan Yusfa akan melakukan penggusuran paksa.

Ia mengatakan, solusi terbaik yaitu pemerintah menyediakan kios baru adalah solusi terbaik.

“Ya karena tidak ada lahan makanya kita gandeng swasta dan pedagang harus bayar perbulan, kalau mahal atau tidaknya itu relatif,” katanya.

Yusfa juga menghargai permintaan warga untuk pemerintah menyediakan lahan kosong. Wargapun juga membangun tempat berdagangnnya sendiri kalau lahan sudah ada.

“Ya mau gimana lagi, lahan itu yang tidak ada,” ujar mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam itu.

Reporter: Fathur Rohim

editor: eliza gusmeri