Jakarta – Pelaku Pasar Modal Indonesia kini memiliki akses likuiditas untuk pendanaan fasilitas marjin. Perusahaan efek yang menjadi anggota Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa meminjam dana untuk kepentingan nasabah dalam bertransaksi marjin dari PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI).
Transaksi marjin adalah transaksi bursa yang dilakukan anggota bursa efek (AB) untuk kepentingan nasabahnya yang penyelesaian transaksinya dibiayai oleh perusahaan efek.
Namun, tidak semua AB bisa memfasilitasi transaksi marjin, karena ada persyaratan khusus yang perlu dipenuhi. Dan AB yang memiliki fasilitas marjin harus menjadi anggota PEI terlebih dahulu untuk mendapatkan fasilitas pendanaan.
Per Agustus 2020, AB yang menjadi partisipan PEI sudah ada 13 perusahaan, yakni MNC Sekuritas, Valbury Sekuritas, Lotus Andalan Sekuritas, Danareksa Sekuritas, Maybank Kim Eng Sekuritas Indonesia, Trimegah Sekuritas, Sucor Sekuritas, Yuanta Sekuritas Indonesia, Kresna Sekuritas, KGI Sekuritas, Samuel Sekuritas, Shinhan Sekuritas Indonesia, dan Henan Putihrai Sekuritas.
Saat ini, PEI menetapkan tenor perjanjian fasilitas ini selama satu tahun, dengan tenor per pengajuan loan maksimal tiga bulan namun dapat dilunasi lebih cepat tanpa dikenakan penalti.
Selain itu, besaran bunga yang dikenakan PEI kepada Anggota Bursa yang mendapatkan pendanaan dari PEI hanya sebesar 9% per tahun, dengan limit maksimal per Anggota Bursa mencapai Rp100 miliar.
Transaksi marjin diperuntukkan bagi nasabah AB.
Pendanaan akan dibayarkan PEI ke PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan di pasar modal Indonesia. Selanjutnya, KPEI akan memberikan saham yang ditransaksikan nasabah AB tersebut kepada PEI sebagai jaminan.
Saham yang dapat dijadikan jaminan adalah sesuai daftar saham marjin dan saham jaminan yang dikeluarkan oleh BEI. Dan saham-saham tersebut disimpan pada Sub Rekening PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang menjadi Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian di pasar modal Indonesia, atas nama nasabah masing-masing.
Keberadaan PEI tentu saja positif bagi anggota BEI. Ada ketersediaan cash bagi AB yang dapat digunakan untuk kepentingan bisnis. Cost of fund yang relatif lebih menarik dibandingkan dengan dana dari perbankan (clean basis).
Simpel dan aman karena proses pendanaan melalui sistem i-FASt (Integrated Funding Application System) PEI yang terintegrasi dengan sistem penyelesaian di KPEI dan sistem kustodian KSEI.
Sejak beroperasional secara penuh pada Oktober 2019, PEI telah menyalurkan dana mencapai total Rp460 miliar, dengan rata-rata penyaluran per bulan sebesar Rp46 miliar. Per Agustus 2020 nilai outstanding berjalan PEI sebesar Rp 112,28 miliar dan nilai saham jaminan di PEI Rp 262,11 miliar.
Sebagai Lembaga Pendanaan Efek yang diawasi oleh OJK, PEI telah memiliki rencana kerja untuk terus menyediakan produk-produk pendanaan Efek lainnya, seperti pendanaan Transaksi Repurchase Agreement (REPO), pendanaan pasar perdana (IPO), pinjam meminjam Efek, dan pendanaan Shortselling.
PEI dibentuk karena adanya kebutuhan pendanaan di sektor pasar modal, serta merujuk pada peningkatan transaksi pasar modal di negara lain yang telah memiliki lembaga pendanaan Efek (Securities Financing) seperti Jepang, Korea dan Taiwan.
Di pasar modal Indonesia belum ada lembaga khusus yang dapat memfasilitasi pendanaan transaksi efek di pasar modal Indonesia. Sementara, ada keterbatasan fasilitas pendanaan yang dapat diperoleh Perusahaan Efek dari sektor perbankan atau sumber lainnya, untuk melakukan pembiayaan transaksi efek.
Selain itu, adanya target peningkatan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di BEI. Sehingga, kehadiran PEI berpotensi membantu peningkatan RNTH BEI.
Tersedianya lembaga pendanaan efek di pasar modal pada beberapa negara di dunia terbukti meningkatkan likuiditas dan efisiensi pasar modal.
PEI
PEI awalnya didirikan oleh BEI, KPEI dan KSEI pada 27 Desember 2016 dengan penyertaan modal senilai Rp250 miliar.
Pendirian PEI didukung Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.25/POJK.04/2018 tentang Lembaga Pendanaan Efek pada tanggal 5 Desember 2018.
Peraturan ini menjadi kerangka dasar PEI sebagai lembaga pertama dan satu-satunya di Indonesia yang bertugas untuk menyediakan fasilitas pendanaan dana dan Efek bagi seluruh pelaku industri pasar modal, yang juga telah mendapatkan izin Usaha dari OJK pada tanggal 5 April 2019.
Pada Desember 2019, PEI mendapatkan tambahan modal disetor menjadi Rp 500 miliar dari pemegang saham. Dan pada momen Hari Ulang Tahun ke-43 Pasar Modal Indonesia di bulan Agustus lalu, OJK melalui SRO selaku pemegang saham PEI, menyetujui rencana investasi Japan Securities Finance Co., Ltd (JSF) sebagai pemegang saham PEI dengan nilai investasi sebesar Rp 55,555 miliar atau sebesar 10% dari total modal disetor Perusahaan.
Penandatanganan perjanjian dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2020 melalui video conference Jakarta-Tokyo, dihadiri Direksi dan komisaris PEI serta direksi BEI, KPEI, KSEI, dan President JSF (Shigeki Kushida).
JSF merupakan satu-satunya perusahaan pendanaan Efek di Jepang. JSF berkomitmen untuk berkontribusi pada pengembangan bisnis PEI, termasuk meningkatkan sumber pendanaan bisnis PEI, memberikan masukan pada rencana penyediaan produk pendanaan dana dan Efek lainnya, serta pertukaran pengetahuan dan pengalaman di bidang pendanaan baik di Indonesia maupun di Jepang.
Atas dukungan tersebut, PEI akan mampu mencapai visi sebagai Lembaga Pendanaan Efek terpercaya dan terdepan di Pasar Modal Indonesia. Melalui peran JSF sebagai Pemegang Saham, PEI berharap agar kerja sama dalam bidang pasar modal antar kedua negara dapat terjalin lebih baik lagi.
Kolaborasi ini pada akhirnya diharapkan mendukung pertumbuhan Pasar Modal Indonesia secara keseluruhan.** (TIM BEI)