Penulis: H.M Chaniago.

Saya tidak dapat menyangkal betapa bahagianya saya akhirnya bisa pergi ke stadion, dan saya tahu saya akan sangat emosional sekali di sana. Rasanya luar biasa untuk dapat mengambil kembali hakmuNiloufar.

Pelantar.id – Kamis, 10 Oktober 2019. Hari di mana perempuan di Iran bisa merayakan kebebasan mereka berada di stadion sepak bola, pasca pelarangan selama 4 dekade perempuan tidak boleh berada di stadion menonton olahraga terpopuler sejagat raya.

Hari itu ribuan perempuan Iran menghadiri kick-off kualifikasi Piala Dunia 2022 untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade setelah FIFA mengancam akan menskorsing Iran atas kebijakannya yang hanya memperbolehlan laki-laki berada di tribun penonton.

Meski berada di tribun yang terpisah dengan para pria, dan tempatnya tergolong tidak ramai. Namun ribuan perempuan Iran ini sangat bersemangat meniup terompet dan bersorak-sorai bersama dandanan topi merry jester dan juga jilbab yang mereka pakai, serta riasan wajah yang dicat bermotifkan bendera Iran.

Hal ini menunjukkan kemenangan perempuan dalam memperjuangkan hak mereka untuk bisa berada di tribun sepakbola layaknya kaum pria. Mereka terlihat merona dengan riasan wajah merah, hijau dan putih dan bendera kebangsaan Iran.

Sementara itu kemenangan Iran atas Kamboja 14-0 dalam kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Azadi, menjadi saksi sejarah tersendiri atas kebebasan yang kini dimiliki oleh kaum perempuan di Iran.

Foto: reuters

“Kami sangat senang bahwa akhirnya mendapatkan kesempatan untuk pergi ke stadion. Ini perasaan yang luar biasa,” ujar Zahra Pashaei, seorang perawat berusia 29 tahun yang selama ini hanya menonton pertandingan sepak bola dari layar televisi (dikutip langsung dari laman France24.com).

Berbekal bendera dan terompet, sudah barang tentu Zahra Pashaei akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukannya dan setiap perempuan seumur hidup mereka di Iran.

Sudah pasti hal ini menjelaskan perjuangan perempuan di Iran agar kesetaraan itu ada bagi mereka adalah bukan hal yang fana, di tengah kecendrungan banyak negara Arab memperlakukan perempuan dalam keseharian.

“Setidaknya bagi saya, kerinduan dan kekesalan selama 22 atau 23 tahun ada di balik ini semua,” terangnya.

Sementara itu dilansir dari aljazeera.com, Niloufar seorang penerjemah berusia 36 tahun, mengatakan akan menginjakkan kaki di Stadion Azadi Teheran untuk pertama kalinya namun tidak di sana tidak untuk sepak bola.

Sebagai gantinya, tujuannya hanyalah untuk mengklaim dan menjadi saksi bahwa “hak dasar dan sederhana” perempuan untuk pertama kalinya sejak berdirinya republik Islam Iran pada tahun 1979 telah mulai mereka dapati.

Terhitung sejak hari itu setelah 40 tahun pelarangan, pemerintah Iran kini telah mengizinkan wanita untuk membeli tiket dan menghadiri pertandingan sepak bola yang identik dengan pria itu.

“Saya tidak dapat menyangkal betapa bahagianya saya akhirnya bisa pergi ke stadion, dan saya tahu saya akan sangat emosional sekali di sana. Rasanya luar biasa untuk dapat mengambil kembali hakmu,” jelas Niloufar.

Sumber: reuters

Sementara itu, kebebasan yang didapat perempuan Iran bisa berada di stadion saat ini terhitung setelah federasi sepak bola dunia, FIFA mengancam akan memberikan sanksi kepada Timnas Iran yakni dikeluarkan dari keanggotan oleh FIFA.

Hal di atas muncul setelah adanya insiden yang menimpa Sahar Khodayari, seorang perempuan yang meninggal dunia karena membakar dirinya sendiri di luar pengadilan, pasca ketakutan akan hukuman penjara yang akan ia terima setelah menyaksikan sebuah pertandingan sepak bola di stadion secara langsung.