pelantar.id – Ratusan peserta Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (United Nations Biodiversity Conference) di Sharm el-Sheikh, Mesir meminta pemerintah negara-negara peserta konferensi lebih progresif mengatasi sampah plastik yang mencemari dan merusak kehidupan laut.
Ratusan pegiat konservasi laut dari beragam organisasi non-pemerintah, komunitas masyarakat adat, aktivis perempuan yang mengadvokasi masyarakat pesisir, peneliti laut, sutradara film satwa liar, lembaga yang mengkonservasi mamalia menyatakan kepeduliannya pada kerusakan laut akibat polusi sampah yang semakin tak terkendali. Di acara itu juga hadir Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). Ada juga penasehat menteri lingkungan hidup Mesir.
Mereka datang di acara Sustainable Ocean Day: Ocean Voices di Hotel Hyatt Regency, Jumat (23/11/18) sore (malam waktu Indonesia). Acara itu bagian dari United Nations Biodiversity Conference, 13-29 November 2018.
Sekretaris Eksekutif International Whaling Commision atau badan global untuk konservasi ikan paus, Rebecca Lent, meminta semua negara peserta konferensi untuk membuat langkah yang progresif mengatasi sampah plastik demi ekosistem yang berkelanjutan. Delegasi masing-masing negara ketika kembali dari konferensi ini harus benar-benar melakukan aksi secara teknis untuk menyelesaikan sampah plastik.
“Buatlah tujuan yang lebih maju,” katanya dikutip Tempo.co.
Baca Juga :
Sampah dari Indonesia Hanyut Sampai ke Pesisir Inggris
Polusi, banjir sampah kantong plastik, polusi suara karena aktivitas manusia, perubahan iklim membuat perubahan temperatur membuat biota laut harus berjuang lebih untuk bertahan hidup. Negara-negara peserta konferensi harus lebih tegas soal penggunaan kantong plastik.
Ia mencontohkan Kenya yang telah melarang penggunaan kantong plastik. Jika ada warga yang ketahuan membuat, menjual, atau membawa kantong plastik, pemerintah Kenya menghukumnya dengan denda sebesar Rp506 juta atau hukuman penjara hingga empat tahun.
Masalah Global Sampah
Selain aturan yang tegas soal larangan penggunaan kantong plastik, orang-orang di dunia perlu mendengarkan dan memperhatikan temuan-temuan para ilmuwan ihwal sampah plastik yang merusak ekosistem laut. Dunia juga perlu solusi-solusi alternatif melalui teknologi untuk mendaur ulang sampah.
Orang-orang juga harus punya kesadaran untuk tidak sembarangan membuang sampah dan terus berusaha keras mengurangi penggunaan sampah.
Manas Roshan, Program Officer International Collective in Support of Fishworkers (ICSF) India mengatakan, sampah plastik menjadi masalah global yang berdampak untuk komunitas, misalnya para buruh atau pekerja perikanan. Sampah-sampah plastik di laut mengancam ekosistem dan membunuh biota laut.
Dampaknya adalah buruh-buruh ikan akan kekurangan pasokan ikan dan ini mengancam kehidupan mereka.
“Perlu usaha radikal mengubah perilaku. Kurangi penggunaan plastik untuk menyelematkan kehidupan laut dan manusia,” kata dia.
Di acara khusus bertajuk suara lautan itu, peserta menyampaikan suaranya untuk penyelamatan laut. Acara yang digelar hampir satu hari itu diisi materi tentang terumbu karang, laut dalam, mamalia laut atau spesies migran, ikan, mangrove dan sea gras atau lamun atau rumput di dasar laut, dan suara manusia.
Dalam laporan BBC, diperkirakan 10 juta ton plastik terbawa ke laut setiap tahunnya. Tahun 2010 ilmuwan dari National Centre for Ecological Analysis and Synthesis di Universitas Georgia Athena memperkirakan 8 juta ton dengan prediksi meningkat menjadi 9,1 juta ton.
Jurnal Science 2015 mencatat, 192 negara-negara pantai menyumbang sampah plastik ke laut. Negara-negara Asia masuk dalam 13 dari 20 penyumbang terbesar. Cina berada di puncak dalam peringkat negara-negara dengan pengelolaan sampah yang buruk.
Sumber : Tempo.co