pelantar.id – PT Pertamina (Persero) masih mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite di SPBU. Meski mengaku rugi, namun hingga kini Pertamina belum ada berencana mengubah harga Pertalite dari Rp7.800 per liter, dan Rp8.150 khusus untuk wilayah Batam, Kepulauan Riau.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina masih ingin menjaga harga pertalite tetap sama seperti saat ini.

“Kami, pertalite tidak (naik). Keep as it is saja,” kata Nicke.

Namun Nicke belum menyebut sampai kapan Pertamina akan menahan harga Pertalite tetap sama seperti sekarang. Saat ini Pertamina masih fokus menjalankan penugasan Pertagaa di wilayah Jawa Madura Bali (Jamali).

“Nanti lihat perkembangan, kan semua serba dinamis, pasar ya kita lihat saja. Yang penting ini saja dulu, kami kan dari Perpres sudah diamanatkan bahwa premium Jamali, ya itu dulu. Tambahan 571 (SPBU) itu, progresnya bagus kok, berjalan terus, itu dulu lah,” katanya.

NIcke mengatakan, selain melaksanakan penugasan premium untuk wilayah Jamali, Pertamina juga saat ini masih disibukkan dengan antisipasi mudik Lebaran tahun ini. Dengan begitu kemungkinan besar perubahan harga BBM Umum Pertamina baru akan diputuskan setelah Lebaran.

“Nantilah setelah Lebaran, pokoknya pada mudik dulu deh,” ujarnya.

Dengan begitu, Pertamina akan tetap menanggung selisih harga. Menurut Nicke, Pertamina akan memikirkan cara agar kinerja keuangan perusahaan plat merah ini tidak sampai anjlok.

“Ya sudah, nanti kami yang pikirkan,” katanya.

Sepanjang tahun ini, Pertamina sudah dua kali mengubah harga Pertalite dan Solar non-subsidi.
Pada 20 Januari 2018, Pertamina menaikkan harga Pertalite sebesar Rp100 per liter menjadi Rp7.600 per liter. Kemudian pada 24 Maret 2018, harga Pertalite kembali naik Rp200 menjadi Rp7.800 per liter. Sedangkan Solar non-subsidi naik dari Rp7.500 menjadi Rp7.700 per liter.

Kenaikan harga Pertalite disebut-sebut sebagai langkah Pertamina untuk menutup potensi kerugian akibat menanggung selisih harga solar subsidi dan premium. Sepanjang Januari-Februari 2018, Pertamina mengakui potensi kerugian sebesar Rp3,9 triliun akibat menanggung selisih harga solar subsidi dan harga premium tersebut. Hingga akhir tahun, Pertamina memproyeksikan potensi kerugiannya mencapai Rp24 triliun.

Pemerintah terus berupaya meringankan beban selisih harga yang ditanggung Pertamina dengan memberikan tambahan untuk subsidi solar menjadi Rp2.000 per liter. Selain itu, pemerintah juga memberikan blok-blok migas terminasi sebagai kompensasi bagi Pertamina.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menyebutkan, saat ini ada 12 blok migas produksi yang telah diberikan pemerintah kepada Pertamina sebagai bentuk kompensasi. Ke-12 blok migas tersebut yaitu Blok Mahakam, Blok ONWJ, Blok Tengah, Blok Attaka,Blok East Kalimantan, Blok North Sumatera Onshore, Blok Sanga-Sanga, Blok Tuban, Blok Southeast Sumatera, Blok Ogan Komering, Blok South Jambi Merang dan Blok Pendopo Raja.

Editor : Yuri B Trisna
Sumber : KONTAN