Pelantar.id – I dan R ditangkap Ditpolairud Polda Kepri karena diduga melakukan pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Malaysia.

Kasubditgakkum Ditpolairud Polda Kepri, AKBP Nanang Indra Bakti, mengatakan, pihaknya berhasil menggagalkan upaya penyelundupan PMI secara ilegal pada Minggu (16/1/2022).

Menurutnya ada 11 orang perempuan PMI yang akan diberangkatkan tanpa dilengkapi dokumen resmi pada sebuah rumah kosong di Pulau Juda, Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun.

“Dari hasil informasi tersebut tim melakukan pemeriksaan terhadap tersangka I di Pulau Pasai yang diduga sebagai tempat penampungan PMI,” katanya.

Sayangnya, saat di rumah tersebut pihaknya tidak menemukan PMI. Diduga para PMI itu telah melarikan diri sebelum polisi datang.

Namun tidak jauh dari rumah tersebut, pihaknya menemukan 1 unit speedboat tanpa nama berwarna biru bermesin tempel merk Yamaha 2×200 PK.

Speedboat tersebut diketahui berada tidak jauh dari rumah tersangka R dan diduga digunakan untuk mengangkut PMI ke Negara Malaysia.

Kemudian pada Senin (17/1/2022) pihaknya kembali mendapatkan informasi bahwa PMI yang berasal dari rumah penampungan milik tersangka R telah berangkat dari Pulau Pasai menuju Batam dengan menumpang speedboat pancung.

Tim lanjutnya berhasil mengamankan 4 orang PMI di Pelabuhan Sagulung Batam.

“Di hari yang sama sekira Pukul 17.46 WIB, tim berhasil mengamankan tersangka R di Dusun Sulit Desa Rawajaya Kecataman Moro, Karimun dan berhasil mengamankan 7 orang PMI di Kampung Judah Desa Keban yang diduga melarikan diri pada saat tim melakukan pemeriksaan di rumah penampungan tersangka inisial I,” jelasnya.

Ia menjelaskan, ternyata 22 PMI yang akan diberangkatkan tanpa dilengkapi dokumen resmi dan berhasil diselamatkan oleh Ditpolairud Polda Kepri.

“Terdiri dari 11 orang perempuan dan 11 orang Laki-laki,” tuturnya.

Dari kasus tersebut pihaknya mengamankan barang bukti 2 unit HP dan 1 unit speedboat.

″Terhadap kedua tersangka diterapkan undang-undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Pasal 81 dan Pasal 83) dengan ancaman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 miliar,” ujarnya.