Penulis: H.M Chaniago
Gaya hidup bisa menjadi indentitas suatu individu atau kelompok. Bagaimana dengan Vape? – Anonymous
Pelantar.id – Menghisap rokok elektronik atau lebih ngetrend disebut vape saat ini semakin meningkat dikalangan remaja kekinian. Bahkan store-store vape telah menjamur di kota-kota besar, termasuk di kota Batam.
Meningkatnya trend nge-vape selain karena gengsi sosial, juga dipengaruhi oleh persepsi bahwa vape lebih baik dari pada rokok konvensional. Namun apakah ini sepenuhnya benar?
Vape, Pelarian Alternatif Dari Rokok Hingga Pop Culture Milenial
Sejak vape muncul lebih dari satu dekade silam, rokok elektronik ini menjadi harapan baru bagi perokok konvensional atau tembakau. Vape digadang-gadang menjadi alternatif sempurna untuk membuat orang mulai berhenti merokok.
Gaungnya turut dipertegas dengan kemunculan ragam studi akan impact positif vape bagi masyarakat. Kala itu British Medical Journal menyebutkan, angka 95% untuk penggunaan yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional.
Berawal dari masa itu, vape kemudian mengukuhkan dirinya sebagai pelarian alternatif bagi orang-orang yang ingin berhenti merokok. Hingga benda ini kemudian menjadi salah satu bagian dari budaya popular masyarakat kekinian.
Abel, salah seorang vaper (pengguna vape) mengatakan. Awal mula tertarik kerena melihat teman-temannya dulu perokok berat pelan dan perlahan telah mulai berhenti merokok, sejak mereka menggunakan vape.
Dari sana Dia turut ingin mencoba, karena merasa rokok konvensional cukup berpengaruh terhadap caranya bernafas, sering sesak. “Awalnya emang aneh aja, sama kayak kita menghisap Shisha gitulah. Tapi karena niat ninggali rokok, perlahan saya coba terus konsumsi vape,” terangnya.
Sama seperti sahabatnya, Abel juga seorang perokok berat yang bahkan hingga sebungkus lebih rokok Dia konsumsi dalam sehari. Meski begitu transformasi dari rokok konvensional ke vape disebutkanya tidak mudah.
Hingga kini meski belum sepenuhnya meninggalkan rokok, setidaknya Abel mengatakan sudah tak terlalu mengkonsumsi rokok dalam jumlah yang banyak seperti dulunya.
“Bahkan kini udah mulai sebungkus dalam 4 bulan,” terangnya.
Tak hanya itu, harga vape yang cenderung lebih mahal disebutkan banyak remaja menciptakan ekslusifitas tersendiri. Bahkan beberapa jenis vape mereka sebutkan ada yang sejuta lebih. Ragam bentuk atau modelnya juga menjadi gengsi tersendiri ketika berkumpul dan menghisapnya di tengah para kaum vaper.
“Ada rasa bangga juga kalau kita punya vape yang berbeda dengan yang lain. Apa lagi yang harganya tinggi. Ada juga teman yang mengoleksi banyak vape, saat ditongkrongan kita ngobrolinnya juga,” terang Ramadhan, seorang remaja yang mengaku selama ini tidak pernah merokok, tapi menggandrungi vapor.
Analisis Kesehatan Vape Menurut Pakar Kesehatan
Di tengah meningkatnya budaya vaping, pro-kontra akhirnya bermunculan, terutama perihal analis kesehatan menghisap vape. Kabar tak enak mulai bermunculan akan persepsi yang selama ini ada, nyatanya tak sepadan dengan realita.
Dilansir via CNN, disebutkan 19 orang meninggal dunia akibat budaya vaping dan 1000 lebih penyakit paru-paru bermunculan di Amerika Serikat per-Jumat (4/10) akibat Vape. Hingga kemudian di AS vape disebutkan sebagai epidemi sosial.
Akibatnya kini gelombang kontra di tubuh masyarakat akan vape semakin meningkat, tak hanya di Amerika Serikat, di Indonesia rasa khawatir akan vape turut bermunculan bulan September lalu.
Tepatnya Selasa (24/09) Ikan Dokter Indonesia (IDI) turut merespon epidemi vape di Amerika Serikat. IDI pun mengimbau bahkan mulai melarang masyarakat menggunakan vape. Klaimnya bahwa terbukti tetap merusak paru-paru, jantung, pembuluh darah, dan organ tubuh lainnya.
Di Batam sendiri, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) kota Batam, Didi Kusmarjadi mengatakan vape tak ubahnya serupa produk adiktif baru, serupa rokok yang dikemas dengan cara berbeda.
Faktanya di balik popularitas vape, benda tersebut tetap mengandung zat adiktif bernama nikotin yang mampu menumbuhkan rasa candu. Candu itu disebutkan karena tabung bertegangan tinggi pada vape mampu mengalirkan nikotin dalam jumlah besar ke dalam tubuh penggunanya.
“Ragam penyakit bisa disebabkan seperti; Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK), kanker paru, bronkitis kronik, penyakit jantung koroner, stroke, gangguan pada janin, resiko kanker cervik pada perempuan,” ujarnya, Sabtu (26/10).
Sementara itu Ia sebutkan vape juga mengandung propylene glycol, vegetable glicerin, nikotin cair, formalin dan asetaldehida (efek karsinogen dalam uap, 10 kali tingkat karsinogen dibandingkan 1 batang rokok ).
Jadi anjuran yang selama ini terpatri bahwa menggunakan vape agar bisa berhenti merokok sudah barang tentu mengandung makna cukup absurd di ranah publik.
Dampak Vape