Tahun Ini Diprediksi Tumbuh 10 Persen

pelantar.id – Bisnis asuransi syariah masih potensial digarap dan diprediksi akan tumbuh cerah sepanjang tahun ini. Pelaku asuransi umum kini berlomba-lomba mengeluarkan produk syariah demi memenuhi kebutuhan nasabah.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (ASSI) Erwin Noekman optimistis, pergerakan iklim bisnis asuransi syariah bisa tumbuh hingga 10 persen. Meskipun, angka pertumbuhan itu tidak signifikan, karena terpengaruh kondisi ekonomi nasional yang belum sepenuhnya pulih.

“Jika mengandalkan data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2018, maka angka pertumbuhan ada di kisaran 5 persen hingga 10 persen dari sisi kontribusi. Sedangkan dari sisi aset mungkin bisa lebih dari itu,” kata Erwin dilansir dari Kontan.co.id, Kamis (17/5).

Menurut Erwin, pertumbuhan itu disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, masih ada kemungkinan unit syariah atau perusahaan syariah akan bertambah sampai akhir tahun ini. Kedua, skema bagi hasil produk asuransi berbalut investasi (Paydi) masih dinilai lebih menjanjikan dan tidak terlalu terpengaruh dari fluktuasi pasar saham.

“Selanjutnya, saya optimis bisa tumbuh karena ada dorongan regulasi yang mendukung asuransi syariah. Selain itu masih ada potensi dari bisnis syariah yang belum digarap dari sektor fesyen, hotel dan rumah sakit,” ujarnya.

Diketahui, aset keuangan asuransi syariah per Maret mencapai Rp42,7 triliun, atau naik 21,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yaitu Rp35,2 triliun. Sedangkan kontribusi bruto Rp4,09 triliun, atau naik 34,9 persen dari tahun lalu Rp3,03 triliun.

Di periode yang sama pula, pembayaran klaim bruto mencapai Rp1,22 triliun, atau naik 6 persen dari tahun sebelumnya sekitar Rp1,15 triliun.

Ilustrasi Asuransi Syariah. Foto: net

Pasar dan Minat Besar
Potensialnya ceruk pasar bisnis asuransi syariah dalam negeri didukung dengan tingkat mayoritas pemeluk agama Islam yang juga tinggi. Tak heran, pelaku asuransi jiwa juga gesit menelurkan produk syariah anyar dalam waktu dekat ini untuk memenuhi kebutuhan nasabah.

Ahmad Syaroni dari AASI pun optimistis dengan pergerakan iklim bisnis asuransi syariah tahun ini kendati penetrasinya masih terbilang mini.

“Pasar dan minat masyarakat besar sekali, apalagi sekarang ini sedang digalakkannya ekonomi syariah,” katanya.

Ia juga menyambut positif langkah bisnis pelaku terkait gencarnya industri asuransi jiwa merilis produk anyar. Menurutnya, langkah itu sebagai upaya institusi syariah untuk bersinergi.

“Mendesain dan merilis produk baru adalah bagian dari upaya memperbesar pangsa pasar asuransi syariah,” kata dia.

Tahun ini sendiri, AASI memproyeksikan kontrubusi (premi) bruto asuransi syariah bisa tumbuh 10 sampai 15 persen. Meski turun dari proyeksi tahun lalu yakni 18 persen, Syaroni masih optimistis kinerja tahun ini masih bisa membaik yang didukung oleh adanya aksi korporasi beberapa perusahaan yang akan spin off sehingga bisa mendongkrak pertumbuhan aset secara industri.

Potensialnya pasar bisnis asuransi syariah pun diamini Presiden Direktur Aswata Christian Wanandi. Menurut dia, produk asuransi syariah mempunyai sejumlah keunggulan dibandingkan asuransi konvensional.

“Keunggulannya asuransi syariah secara layanan, semuanya sama saja. Tapi asuransi syariah lebih unggul karena dana dari tabarru atau dana kumpulan, dan biasa adanya semacam pembagian profit,” kata dia.

Ia mengatakan, Aswata mengelola asuransi syariah dalam sejumlah produk seperti, asuransi alat berat, asuransi marine cargo, asuransi kendaraan, asuransi properti dan lainnya. Sejumlah produk asuransi ini dipasarkan melalui bantuan perbankan, agen dan broker.

Dalam hal ini, perusahaan bekerja sama dengan beberapa bank syariah, untuk memasarkan produk syariah tersebut. Adapun bank syariah yang terlibat adalah Bank Mandiri, BRI, CIMB Niaga, OCBC dan Maybank Indonesia.

“Melalui kerja sama dengan bank itu, cukup efektif untuk memasarkan produk kami,” kata Christian.

Namun, lanjut Christian, kerja sama dengan sejumlah bank tersebut, belum hasilkan pendapatan premi yang signifikan bagi perusahaan. Dari Januari hingga April 2018, Aswata hanya berhasil kumpulkan premi Rp4 miliar, atau naik 40persen dari periode yang sama tahun lalu.

“Naiknya bisa 40 persen karena kami mengganti strategi bisnis, setelah premi tahun lalu turun banyak,” ujarnya.

Editor: Yuri B Trisna
Sumber: Kontan