pelantar.id – Sistem hukum nasional atau rekontruksi hukum nasional adalah satu gagasan, pemikiran, agenda, kebijakan, dan program yang tidak berdiri sendiri. Rekontruksi hukum nasional juga merupakan satu rangkaian dan bangunan yang tidak bebas nilai.

Hal itu disampaikan Firman Jaya Daeli, pembicara dalam Dialog Nasional dengan tema Rekonstruksi Hukum Nasional untuk Indonesia Berkemajuan yang digelar Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN Permahi) di aula Kejaksaan Tinggi (Kejati) Yogyakarta, Senin (18/2/19).

Menurut Firman, rekonstruksi hukum nasional sejatinya dan seterusnya memiliki dasar sandaran yang jelas dan mengandung pedoman panduan yang tegas untuk menegakkan berdirinya dan menggelorakan bergeraknya sistem hukum nasional. Ada sejumlah faktor penting atau elemen berpengaruh terhadap rekonstruksi hukum nasional.

“Dengan demikian, sistem hukum nasional ataupun rekonstruksi hukum nasional tidak berdiri sendiri. Rekonstruksi hukum nasional juga secara prinsipil tidak bebas nilai, karena sistem hukum nasional musti selalu terkait, terikat, dan terpanggil pada komitmen untuk menumbuhkan nilai-nilai kebajikan umum dan keadaban universal,” kata mantan anggota Komisi Politik dan Hukum DPR RI ini.

Firman mengatakan, gagasan, pemikiran, agenda, kebijakan, dan program rekonstruksi hukum nasional harus senantiasa diselenggarakan dalam kerangka pelaksanaan dan penerapan faktor-faktor ideologis strategis dan nilai-nilai ideologis humanis. Faktor dan nilai ini tertera dalam keseluruhan ideologi dan falsafah Pancasila, sistem dan konstitusi UUD 1945, etos dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam wadah dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Rekonstruksi hukum nasional dan sistem hukum nsasional secara hakiki harus senantiasa menjiwai sepenuhnya dan memaknai seluruhmya prinsip-prinsip utama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Prinsip ini dilambangkan dan direpresentasikan oleh NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Sistem hukum nasional harus selalu berdiri tegak, berjalan lurus, dan berfungsi efektif untuk memastikan penegakan dan pelaksanaan pesan moral dan aturan substansial dari keseluruhan prinsip-prinsip utama ini,” ujar Firman dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Firman, konstruksi dan substansi sistem hukum nasional ketika dibentuk dan dibangun sudah seharusnya dipastikan untuk tidak boleh bertentangan dan jangan sampai bertolak belakang dengan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Posisi dan sikap keseluruhan sistem hukum nasional harus jelas dan tegas untuk berdiri tegak lurus pada hanya satu pengakuan dan pemihakan tunggal yaitu terhadap ideologi dan falsafah Pancasila, sistem dan konstitusi UUD 1945, etos dan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam wadah dan bentuk NKRI.

“Tidak ada alternatif lain, dan juga tentu tidak boleh ada jalan lain selain prinsip-prinsip “merah dan putih” dalam Indonesia Raya,” kata dia.

Sistem hukum nasional, lanjut Firman, ketika digagasi dan direkonstruksi harus bersifat dan berfungsi untuk menginisiasi, mengantisipasi, dan menanggapi permasalahan dan tantangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Sistem hukum nasional mesti pula bersifat dan berfungsi untuk mengakomodasi, mewadahi, dan mengatasi berbagai agenda kebangsaan dan kebijakan kenegaraan.

Kemudian harus senantiasa bersifat dan berfungsi memfasilitasi, memediasi, dan menggerakkan pembangunan dan penataan infrastruktur, perlindungan dan pelayanan publik, pengembangan dan pergerakan perekonomian lokal, regional, dan nasional. Dengan demikian, jiwa raga sesungguhnya dari filsafat sistem hukum nasional adalah penggerak yang strategis dan pendorong yang efektif bagi Indonesia Berkemajuan.

“Rekonstruksi hukum nasional dan sistem hukum nasional adalah bukan penghambat kemanusiaan dan kesejahteraan, serta bukan juga penghalang kerakyatan dan kemakmuran,” kata Firman.

Firman Jaya Daeli (kanan) menerima cinderamata dari panitia dialog Rekontruksi Hukum Nasional untuk Indonesia Berkemajuan. (IST)

Selain Firman Jaya Daeli, narasumber lain pada acara dialog itu adalah, Wakil Rektor UGM Paripurna, Kepala Badan Pembina Hukum Nasional dan mantan Dekan Undip Benny Riyanto. Sebelum dialog, acara diawali dengan pelantikan kepengurusan DPN Permahi yang diketuai Andrean Saefudin dan Sekretaris Jenderal M Rouf.

Acara itu dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari berbagai kalangan dan profesi. Di antaranya tampak perwakilan jajaran Kejati DIY, Polda DIY, Korem Pamungkas, sejumlah tokoh nasional, mahasiswa, aktivis, dan profesional di bidang hukum. Hadir pula anggota dan pengurus Permahi dari berbagai tingkatan dan wilayah di Indonesia.

*****