pelantar.id – Kampanye untuk berhenti menggunakan sedotan plastik terus diteriakkan oleh berbagai kalangan. Sedotan plastik bukan hanya dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia, tapi juga dapat melukai lingkungan.
Seruan agar masyarakat tidak membuang sedotan plastik terutama ke laut pun sudah sering disampaikan, baik oleh para aktivitas lingkungan hingga Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti. Sedotan plastik, dinilai sangat membahayakan bagi ekosistem dan keberlangsungan hidup hewan-hewan di laut.
Jumat (16/11/18) lalu, Menteri Susi kembali menyerukan untuk tidak menggunakan sedotan plastik melalui akun Twitter-nya, @SusiPudjiastuti.
“Stop penggunaan sedotan plastik. Menjadi sampah di laut dan menyakitkan kesayangan kita,” tulis Menteri Susi.
Ia juga mengunggah video berdurasi dua menit yang bermakna cukup dalam. Video itu menampilkan tentang tim peneliti asal Texas yang berusaha menolong seekor penyu. Penyu itu disebutkan ditemukan di wilayah Costa Rica.
Dalam video itu, terlihat hidung penyu tersumbat sesuatu yang membuat pernapasannya terganggu. Oleh tim tersebut, benda yang menyumbat itu ditarik menggunakan tang. Dan setelah berhasil dikeluarkan, tampaklah satu sedotan plastik.
Kicauan Menteri Susi itu mendapat banyak respon dari para pengikutnya. rata-rata, mereka mendukung penghentian penggunaan sedotan plastik. Pemerintah pun diminta menerbitkan surat edaran agar rumah makan dan restoran di Indonesia dilarang memakai sedotan plastik.
Mulai dari diri sendiri
Penghentian penggunaan sedotan plastik bisa dimulai dari diri sendiri, kemudian lingkungan terdekat. Jika kita membeli minuman kemasan, di manapun, kita bisa menolak atau meminta kepada penjualnya untuk tidak memberi sedotan plastik.
Perlu diketahui, Indonesia disebut-sebut sebagai negara penyumbang terbesar sampah plastik di dunia. Penelitian pada 2015, Indonesia disebut berada di peringkat kedua, negara penghasil sampah plastik ke laut.
Indonesia tercatat menyumbang sampah plastik sebesar 1,29 juta metrik ton sampah plastik. Peringkat pertama ditempati Tiongkok dengan jumlah sampah plastik di lautan mencapai 3,53 juta metrik ton per tahun.
Berdasar data Divers Clean Action, sampah sedotan plastik memberi kontribusi signifikan dalam mengotori laut. Data itu menyebutkan, setiap hari ada sekitar 93.244.847 batang sedotan yang berakhir di lautan.
Menurut data dari Eco-Cycle, organisasi daur ulang non-profit, diperkirakan ada lebih dari 500 juta sedotan plastik sekali pakai digunakan setiap harinya di Amerika Serikat. Sementara, perkiraan pemakaian sedotan di Indonesia mencapai 93.244.847 batang setiap hari.
Sam Athey, peneliti polusi plastik dan anggota Plastic Ocean Project, organisasi nirlaba yang berbasis di Wilmington, Amerika Serikat mengatakan, karakter sedotan plastik cukup kecil dan ringan.
Karena itu, saat melewati penyortir mekanik, sedotan sering hilang atau dialihkan yang berujung pada terlempar ke sampah, berakhir di tempat pembuangan sampah, dan ujungnya akan mencemari lautan.
“Dibutuhkan sekitar 200 tahun bagi sedotan plastik polypropylene untuk rusak di bawah kondisi lingkungan normal,” kata Sam.
Dr Amaranila Lalita Drijono, Pendiri Gemass Indonesia Community mengatakan, data dalam angka tersebut jelas menjadi ancaman bagi ekosistem laut. Bukan hanya membuat laut menjadi kotor, tapi juga mengancam kehidupan biota laut terutama ikan.
“Plastik itu dari yang paling besar sampai nano plastic membahayakan semua mahluk. Ikan-ikan tercemar, yang pada akhirnya juga akan berbahaya bagi manusia yang mengonsumsinya,” katanya dikutip Femina.co.id.
Ia menyebutkan, plastik itu sangat sulit terurai secara alami. Sedotan plastik yang ramping dan kecil ini akan terpecah menjadi micro plastic dan nano plastic. Micro plastic ini bisa masuk ke dalam sistem pencernaan hewan, terutama ikan di laut karena mereka menganggap remahan plastik sebagai plankton (bahan makanan ikan).
Dalam tubuh ikan, micro plastik ini tidak terurai, dan ketika ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka ujung-ujungnya plastik tersebut akan terkumpul juga di dalam tubuh manusia.
Mengingat besarnya bahaya yang ditimbulkan oleh sedotan plastik, sangat pantas rasanya bagi kita untuk memulai hidup tanpa sedotan plastik. Bagi Anda yang suka menikmati minuman di kafe dan restoran, sebaiknya bisa mengurangi penggunaan sedotan plastik sekali pakai itu.
Kesadaran serupa juga patut dibangun oleh para pemilik atau pengelola warung, restoran dan kafe di Indonesia. Sebagai solusi, kita bisa mengganti sedotan plastik dengan sedotan berbahan bambu atau kaca. Saat ini, di pasaran juga sudah banyak tersedia sedotan non-plastik alternatif yang dibentuk sedemikian rupa.
Gerai kopi raksasa Starbucks juga sudah menyadari bahaya pemakaian sedotan plastik sekali pakai. Mulai tahun 2020, Starbucks menyatakan berhenti menggunakan sedotan plastik di seluruh gerainya.
Starbucks akan mengubah bentuk kemasan minuman menjadi strawless lid atau sippy cup sebagai ganti sedotan plastik. Anda bisa langsung minum dari gelas yang diberi lubang di bagian tutupnya.
Dengan menghentikan penggunaan sedotan plastik, Starbucks berencana mengurangi sekitar 1 miliar limbah sedotan per tahun yang dihasilkan 28 ribu gerainya di seluruh dunia.
“Secara alami, sedotan plastik tidak dapat didaur ulang. Jadi, kami merasa keputusan ini lebih berkelanjutan dan lebih bertanggung jawab secara sosial,” kata Chris Milne, Direktur Pengemasan Produk untuk Starbucks.
Bahaya bagi manusia
Selain berbahaya bagi lingkungan, sedotan plastik juga berisiko bagi kesehatan manusia. Menurut ahli gizi, Christy Brissette, ada sejumlah alasan kesehatan pribadi untuk menghindari sedotan plastik.
Menurutnya, minum dengan sedotan plastik dapat menyebabkan lebih banyak udara masuk ke sistem pencernaan. Kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan bahwa Anda mengalami peningkatan gas dan kembung di perut.
Kita juga berisiko mengalami gigi berlubang karena minum dengan sedotan plastik. Minum dengan gaya itu, cenderung mengirim aliran cairan yang terkonsentrasi ke area kecil gigi yang dapat mengikis enamel dan menyebabkan kerusakan gigi.
Di sisi lain, sedotan juga dapat digunakan untuk menurunkan risiko gigi berlubang jika diposisikan di belakang gigi, di belakang tenggorokan. Meskipun, pendekatan ini tidak realistis dan tak nyaman bagi kebanyakan orang.
Pada dasarnya, apa pun yang terbuat dari atau dengan plastik dapat melepaskan bahan kimia berbahaya, seperti BPA, ke dalam minuman, makanan, atau produk perawatan kulit yang Anda pakai. Ini dapat menyebabkan angka masalah kesehatan jangka panjang, seperti kanker, penyakit jantung, dan diabetes.
Christy mengatakan, sedotan plastik yang dibuat dari bahan kimia juga harus diperhatikan. Kebanyakan sedotan plastik sekali pakai terbuat dari polypropylene, sejenis plastik yang umumnya terbuat dari minyak bumi
Bahan tersebut sebenarnya dianggap aman oleh Food and Drug Administration. Namun, bahan kimia ini dapat terserap ke dalam cairan dan dapat melepaskan senyawa yang memengaruhi tingkat estrogen, terutama ketika terkena panas, minuman asam atau sinar UV.
Jolene Brighten, dokter naturopati, menyarankan untuk menghindari sedotan plastik sama sekali. Kata Jolene, plastik pada umumnya menimbulkan ancaman utama bagi kesehatan dengan melenyapkan pengganggu endokrin (zat kimia yang mengganggu hormon).
“Saya sarankan menghindari plastik, terutama yang bersentuhan dengan makanan Anda, sesering mungkin,” katanya dikutip dari Beritagar.id.
Jika Anda termasuk orang yang sering minum pakai sedotan, bisa beralih pada penggunaan sedotan berbahan aluminium, baja tahan karat, dan titanium yang tahan karat.
Editor : Yuri B Trisna
Dari berbagai sumber