pelantar.id – Studi internasional yang dipimpin oleh Australian National University (ANU) menemukan penyakit jamur menyebabkan penurunan populasi secara drastis pada lebih dari 500 spesies amfibi dalam waktu 50 tahun terakhir.
Bahkan, dari jumlah tersebut, 90 spesies di antaranya sudah punah.
Penyakit berbahaya bernama chytridiomycosisini menyerang dengan cara menggerogoti kulit amfibi dan menyebabkan lebih banyak kematian sporadis. Setidaknya sudah ada 60 negara yang terjangkit chytridiomycosis.
Bagian negara yang paling parah terkena dampaknya adalah Australia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur chytrid yang kemungkinan berasal dari Asia di mana amfibi lokal tampaknya sudah memiliki ketahanan terhadap penyakit ini,” kata Dr. Ben Scheele, peneliti utama dari studi ini dikutip dari Phys.org, Kamis (28/3/19).
Scheele menyebut, di Australia sendiri lebih dari 40 spesies katak jumlahnya telah menurun karena penyakit jamur selama 30 tahun terakhir, termasuk tujuh spesies telah punah. Menurutnya, belum pernah terjadi penuruan dalam jumlah besar seperti itu.
Jamur chytridd merupakan salah satu spesies jamur invasif yang paling merusak di seluruh dunia. Scheele menuturkan, bisa jadi jamur ini menyebabkan kepunahan massal keenam di Bumi.
“Penyakit yang kami pelajari telah menyebabkan kepunahan amfibi massal di seluruh dunia. Kita telah kehilangan beberapa spesies yang sangat menakjubkan,” ujar Scheele.
Scheele mengatakan, globalisasi dan perdagangan satwa liar adalah penyebab utama pandemi global ini dan memungkinkan penyebaran penyakit berlanjut.
“Manusia memindahkan tumbuhan dan hewan di seluruh dunia dengan laju yang semakin cepat, memperkenalkan patogen ke daerah-daerah baru,” terangnya.
Untuk itu, Scheele menyebut perlunya regulasi tentang perdagangan satwa liar yang lebih ketat. Tujuannya adalah mencegah kepunahan di seluruh dunia.
Meski kabar buruknya adalah banyak amfibi yang punah, tapi tim Scheele juga menemukan bahwa beberapa jenis amfibi bisa bertahan dari serangan jamur ini.
“Di satu sisi, kita juga cukup beruntung bahwa beberapa spesies tahan terhadap jamur chytrid. Namun itu juga berarti bahwa spesies yang kebal tersebut membawa jamur dan bertindak sebagai ‘gudang’ sehingga ada sumber jamur yang konstan di lingkungan,” papar Scheele.
Tim peneliti pun mengidentifikasi bahwa banyak spesies yang masih berisiko tinggi punah selama 10-20 tahun ke depan akibat chytridiomycosis. Sebab, sangat sulit untuk menghilangkan jamur chytrid dari suatu ekosistem.
Scheele menyebut program konservasi di Australia telah mencegah kepunahan spesies katak dan mengembangkan teknik reintroduksi baru untuk menyelamatkan beberapa spesies amfibi.
Namun dengan mengetahui spesies apa saja yang berisiko tentunya dapat membantu menargetkan penelitian di masa depan untuk mengembangkan tindakan konservasi untuk mencegah kepunahan.
Selain itu, segala upaya perlu dilakukan untuk menghentikan pandemi di masa depan. Maka adanya perbaikan regulasi sangat dibutuhkan untuk mencegah lebih banyak kepunahan.
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Sciencedan didukung oleh Threatened Species Recovery Hub dari Program Ilmu Lingkungan Nasional Australia.
*****
Sumber : Kompas.com