Seorang perempuan Chechnya, Rusia yang pernah diasingkan, lalu hidup di Kazakhstan dipercaya sebagai orang tertua di dunia. Dia menjalani hidup sederhana dan mengaku tidak melakukan apapun untuk memperpanjang usianya.

Koku saat ditemui di rumahnya. Foto : Luiza Tsagueva/east2westnews via DailyMail

Menjelang ulang tahun ke 129 pada 1 Juni mendatang, perempuan bernama Koku Istambulova itu merasa usianya yang panjang itu bukanlah sebagai anugerah melainkan hukuman dari Tuhan, karena merasa selalu menderita. Dikutip dari Daily Mail, Koku mengaku tidak mengerti mengapa usianya dapat sepanjang itu.

“Tidak seharipun dalam hidup saya merasa bahagia, saya tidak tahu bagaimana bisa saya hidup selama ini,” kata Koku yang dikabarkan masih lancar berbicara dan tidak pikun itu.

Koku mengaku bingung jika ditanya resepnya untuk mencapai hidup demikian panjang, melebihi usia manusia pada umumnya. Dia mengaku tidak memiliki tips khusus karena tidak merencanakan apapun untuk memperpanjang usia. Saat orang lain berdoa dan melakukan berbagai upaya untuk memperoleh usia yang panjang, Koku mengaku hanya menyeret kakinya menjalani hari demi hari tanpa rencana. Dia tidak melakukan olahraga khusus ataupun diet ketat selama hidupnya. Koku hanya mengaku tidak memakan daging sepanjang hidupnya tapi gemar mengkonsumsi susu fermentasi dan yoghurt.

Koku menjalani hidup sederhana dengan bertani. Hingga kini dia masih dapat menghidupi diri dengan bertanam buah semangka dan berkebun. Dia masih dapat mengingat, berbicara, bekerja dan menopang kebutuhan dasarnya sendiri. Namun Koku mengaku mulai sulit melihat dari jarak tertentu akhir-akhir ini.

Sepanjang hidupnya, Koku telah kehilangan orang-orang terdekat yang dicintainya. Sejumlah anaknya telah menua dan meninggal, termasuk satu orang yang diingatnya meninggal saat usia 6 tahun. Sejumlah tetangga yang sudah sama-sama tua membenarkan, saat ini Koku sebatangkara setelah Tamara, anaknya meninggal dalam usia 104 tahun, lima tahun lalu.

“Saya tidak melakukan apapun. Ini hanya kemauan Tuhan semata,” katanya.

Usia koku memang tidak terverifikasi secara pasti. Dokumen yang menunjukkan kelahiran dia telah hilang pada saat perang Chechnya berkecamuk pada 1999 hingga 2009. Satu-satunya dokumen yang dimilikinya adalah paspor yang diterbitkan pemerintah Rusia yang menunjukkan dia lahir pada 1 Juni 1889.

Paspor milik Koku Istambulova. Foto : Seda Magomedeva/east2westnews via DailyMail

Jika data dalam paspor itu benar, Koku mungkin saja adalah saksi perjalanan jatuh dan bangunnya negara beruang itu. Dia terhitung telah berusia 27 tahun saat aristokrasi berakhir di Rusia, bersamaan dengan Tsar Nicholas II digulingkan dari tahtanya.

Selain itu, Koku juga telah berusia 55 tahun saat perang dunia kedua berakhir, dan berusia 102 tahun saat Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 silam.

Meskipun belum terverifikasi secara ilmiah, Koku disebut masih fasih menuturkan pengalaman hidupnya selama masa-masa pergolakan hingga kini. Dia menceritakan, saat Nazi menggempur Soviet, armada tank lapis baja sang Fuhrer memasuki kampungnya yang berada di wilayah Chechnya.

“Saya masih selamat dan sempat menyaksikan perang saudara Rusia (usai revolusi Bolshevik), Perang Dunia II, dan dua perang besar Chechnya,” kata Koku.

Koku mengaku heran, Joseph Stalin, penguasa Soviet saat itu menuduh seluruh warga di kampungnya sebagai pengkhianat karena dituding bersekutu dengan Nazi. Buntutnya, pada tahun 1944 seluruh penduduk dari etnis Chechen, Kazakh dan Siberia dideportasi. Mereka diusir dengan tudingan menjadi antek tentara Hitler.

“Yang saya ingat, kami begitu ketakutan saat tank dari Jerman masuk kampung. Kami bersembunyi karena situasi begitu mengerikan,” kata Koku.

Menjaga Mimpi Kembali ke Tanah Kelahiran

Jika filsuf asal Perancis, Rene Descartes menyebut Cogito ergo sum yang berarti – Saya berpikir, maka saya ada – saat mencari kebenaran dan kepastian, boleh jadi pemikir yang hidup pada rentang tahun 1596 hingga 1650 itu benar. Manusia Indonesia kemudian memplesetkan petuah Kartesianisme itu menjadi Mudiko ergo sum, Saya mudik, maka saya ada.

Tidak tepat benar plesetan itu, namun kerinduan kepada tanah kelahiran buat sebagian orang merupakan cara ampuh menjaga kewarasan, semangat dan tubuh untuk tetap tegak, mengejar impiannya itu. Pun demikian sepertinya yang berlaku pada hidup Koku. Dia selalu merindukan pulang ke tanah kelahirannya selama bertahun-tahun hidup di pembuangan.

Selepas menjalani pembuangan di Siberia, Koku hidup di Kazakhstan. Namun rasa  rindu kampung tidak pernah hilang karena merasa orang-orang Kazakh tidak menyukai etnis Chechen. Bahkan, dia menyebut hidup di Kazakhstan adalah perjalanan terberat, lebih berat daripada menjalani pembuangan di Siberia pada era Stalin.

“Setiap hari saya bermimpi untuk dapat kembali ke tanah kelahiran saya. Bekerja keras di kebun memang membantu saya melupakan mimpi itu, namun hati kecil saya selalu ingin kembali,” katanya.

Koku akhirnya dapat kembali ke Chechnya dan menjalani hidup secara sederhana di sebuah desa terpencil. Ditemui oleh fotografer Seda Magomedeva, Koku mengisahkan, bagaimana dia harus mengalami suasana yang tidak menyenangkan seiring dengan perjalanan sejarah politik Rusia. Sebagai seorang muslimah, Koku mendapatkan didikan keras dari keluarganya. Dia menyebut, pernah dipukuli oleh neneknya hanya karena kain yang menutup lehernya tersingkap.

Kontras dengan kondisi setelah Soviet berkuasa, para wanita saat itu dikatakannya mulai mengenakan pakaian lebih terbuka. Hal itu membuat Koku merasa selalu salah tempat, sebagai wanita muda. Berpenampilan tertutup akan memantik kecurigaan dari pemerintah Soviet, sementara mengenakan pakaian moderen yang terbuka akan menghasilkan pukulan dari neneknya.

Tempat tinggal Koku yang sederhana di wilayah terpencil Chechnya. Foto : Seda Magomedeva/east2westnews via DailyMail

“Kalau diingat masa itu, yang saya inginkan hanya mati muda saja. Saya bekerja keras sepanjang hidup, tidak punya waktu untuk mencari hiburan,” katanya.

Badan pengelola dana pensiun milik pemerintah Kazakstan mencatat, lebih dari 37 orang memiliki usia lebih dari 110 tahun. Namun verifikasi usia manula Rusia seperti Koku Istambulova boleh dikata mustahil dilakukan. Pasalnya catatan pendukung sangat minim dan sulit didapatkan karena buruknya pecatatan kelahiran pada masa lalu.

Sejak kematian Nabi Tajima, perempuan tertua dari Jepang bulan lalu, predikat wanita tertua dipegang oleh Chiyo Miyako yang juga asal Jepang dan lahir pada 2 Mei 1901.

Sementara, manusia tertua yang terverifikasi adalah Jeanne Calment, berasal dari Perancis yang hidup hingga mencapai usia 122 tahun 164 hari. Calment meninggal pada tahun 1997 silam.

Kejadian Penting Seiring Hidup Koku Istambulova

Jika angka kelahiran pada paspor Koku benar, berikut sederet peristiwa sejarah yang dilaluinya.1894: Tsar Alexander III meninggal dunia, dan diteruskan oleh putera mahkota Nicholas II.

1898: Partai Buruh Sosialis Demokrat Soviet, cikal bakal Revolusi Bolsheviks dan Partai Komunis Soviet mengikuti pemilihan umum dan berhasil duduk di kongres untuk pertama kalinya.

1905: Tsar Nicholas membentuk Duma (Majelis Rendah/DPR) untuk pertama kalinya.

1914: Rusia melibatkan diri dalam perang dunia.

1917: Tsar Nicholas II turun takhta, dan Vladimir Lenin Ketua Partai Bolshevik berkuasa beberapa bulan kemudian.

1918: Lenin menandatangani perjanjian Brest-Litovsk, mengakhiri peperangan Soviet dengan Jerman.

1922: Lenin membentuk Uni Soviet menyusul kemenangan tentara rakyat melawan tentara putih yang pro monarkhi.

1924: Lenin meninggal karena stroke dan komplikasi sejumlah penyakit kronis.

1929: Joseph Stalin tidak terbendung menjadi diktator selepas Lenin meninggal. Dia mengasingkan lawan-lawan politiknya, termasuk yang Trotsky, yang terkuat kala itu.

1939: Stalin menandatangani kesepakatan damai dengan Hitler.

1941: Uni Soviet melibatkan diri dalam perang, setelah dikagetkan oleh serangan dari Jerman atas kendali Adolf Hitler.

Tsar Rusia terakhir, Nicholas II, dilantik saat Koku berusia 5 Tahun. Foto : CORBIS

1945: Uni Soviet menguasai Berlin.

1947: Perang Dingin dengan Barat dimulai.

1949: Senjata berhulu ledak nuklir pertama digunakan.

1953: Stalin meninggal dunia, dan diteruskan oleh Nikita Khrushchev.

1957: Sputnik menjadi wahana buatan manusia pertama yang mencapai orbit bumi.

1961: Yuri Gagarin menjadi orang pertama di dunia yang mengorbit bumi.

1962: Krisis Kuba yang nyaris menyulut perang nuklir.

1979: Uni Soviet menginvasi Afghanistan dan memicu eskalasi perang dingin dengan Barat, terutama Amerika Serikat.

1985: Mikhail Gorbachev menjabat Sekretaris Jenderal Partai Komunis Soviet.

1989: Tentara terakhir Soviet dipulangkan dari medan tempur di Afghanistan.

1990: Mikhail Gorbachev dilantik menjadi Presiden Uni Soviet

1991: Uni Soviet kolaps, Gorbachev kehilangan kekuasaannya dan digantikan oleh Boris Yeltsin.

1999: Milisi Chechen menginvasi Dagestan yang kemudian menjadi kampanye penumpasan pemerintahan Vladimir Putin. Pada tahun yang sama, Yeltsin mengundurkan diri dan Putin dijadikan Presiden Interim Soviet.

2000: Putin memenangi Pilpres

2003 – Partai Persatuan Rusia di bawah Putin memenangi pemilu.

2004 – Putin kembali menang pemilu.

2006: Mantan agen KGB Alexander Litvinenko diracun saat berada di sebuah taman di London. Meskipun hasil penyelidikan otoritas Inggris menyebut, Litvinenko diracun dengan bahan yang pernah digunakan pada era Soviet, namun Rusia menolak bertanggungjawab.

2008: Dmitry Medvedev memenangi pemilihan karena sesuai konstitusi Rusia, Putin tidak boleh lagi menjabat untuk ketiga kalinya.

2009: Perang Georgia berakhir setelah Rusia menarik pasukannya.

2012: Putin kembali ke kursi kepresidenan setelah kembali memenangi pemilu.

2014: Rusia menganeksasi Krimea, setelah Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang didukung Moskow diturunkan.

2015: Rusia untuk pertama kalinya mengerahkan kekuatan dalam serangan udara di Suriah, untuk mendukung Presiden Bashar Assaad.

2017: Teror bom mengguncang Stasiun kereta bawah tanah di Saint Petersburg, 13 orang tewas menjadi korban.

2018: Sergei Skripal, bekas mata-mata MI5 yang menjadi agen ganda diracun di Salisbury, Inggris.Pada tahun yang sama, Vladimir Putin kembali ke kursi kepresidenan untuk kali ke empat.

Joko Sulistyo
Dari berbagai sumber