pelantar.id – Mahalnya biaya pendidikan masih menghantui Batam. Anggota Komisi IV DPRD Batam Udin P Sihaloho menyebut, persoalan biaya masuk sekolah membuat para calon siswa yang berasal dari kalangan ekonomi lemah tidak memiliki pilihan, saat tidak tertampung di sekolah milik pemerintah.
Dia mengaku menemukan anak usia delapan tahun yang terpaksa tidak bersekolah lantaran orangtuanya tidak mampu membayar biaya bersekolah di swasta. Dua anak yang ditemukan Udin itu menunda sekolah hingga setahun lebih menunggu kuota masuk SD tahun berikutnya.
“Ada temuan kita dua anak yang sampai saat ini sudah berusia delapan tahun lebih belum bisa sekolah karena biaya. Bisa tertunda sampai satu tahun lebih, padahal waktu itu ketika masuk ke sekolah negeri orangtuanya hanya tidak mampu membayar uang seragam,” kata Udin di Batam, Selasa (3/7).
Menurut dia, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam seharusnya bisa memberikan data jumlah anak putus sekolah karena keterbatasan biaya. Ini penting mengingat kondisi yang terjadi bisa menjadi evaluasi bersama. Bagaimana seharusnya biaya tidak menghalangi anak untuk memperoleh pendidikan.
Dari jumlah anak yang tidak tertampung di sekolah negeri, Udin mengatakan, 90 persen tidak bisa melanjutkan sekolah, karena tidak mampu memenuhi biaya sekolah swasta.
“Data ini perlu, karena ketidakmampuan ini anak-anak tidak bisa sekokah. Harus sama-sama kita selesaikan persoalan ini,” kata Udin menjelaskan.
Siswa Mampu Disarankan ke Swasta
Terpisah, Wali Kota Batam, HM Rudi, mengingatkan agar masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi memadai untuk dapat bertenggang rasa dan memilih sekolah swasta. Dia beralasan, agar daya tampung sekolah negeri yang terbatas dan tidak sebanding dengan jumlah anak dapat menemukan solusi.
“Untuk yang punya biaya lebih silahkan ke sekolah swasta agar negeri bisa menampung anak-anak yang kurang mampu,” kata Rudi ketika ditemui di Batam Centre, Batam, Senin (2/7).
Selain itu, Rudi meminta sekolah swasta dapat menyesuaikan biaya masuk sekolah agar tidak terlalu memberatkan orangtua. Dia tidak menampik saat ini biaya pendidikan di swasta di Batam memang tinggi.
Rudi juga menyatakan, pengelola sekolah swasta wajib menampung anak yang tinggal di sekitar lokasi sekolah, sesuai sistem zonasi. Pasalnya, meskipun swasta, namun pemerintah telah menyalurkan bantuan dalam bentuk insentif untuk guru dan dana BOS. Menurut dia, sudah seharusnya pihak pengelola memberikan kemudahan masuk dan menerapkan pengecualian bagi anak-anak kurang mampu sekitarnya.
Pungutan Liar Masih Marak, Siswa Dipatok Rp6 Juta
Akibat mahalnya biaya masuk sekolah swasta bukan hanya menyebabkan calon siswa menunda belajar. Udin Sihaloho menyebut, kuota yang tidak sebanding dengan kebutuhan membuat mekanisme pasar terjadi di pendaftaran sekolah.
“Saya terima lewat Whatapps dan SMS, orangtua tak terima karena dikenai beban di atas Rp6 juta satu anak. Diharapkan orangtua berani menyampaikan, sampaikan langsung ke ombudsman, sejauh mana ini bisa diungkapkan,” kata Udin.
Dia menyampaikan, pungutan yang memberatkan tidak dibenarkan dan telah sama-sama dipahami oleh pihak sekolah. Kalau nantinya didapati sekolah melakukan tidakkan tersebut maka harus ada sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kita belum bergerak karena tidak ingim merusak sistem yang masih berjalan, kita harapkan semua berjalan sesuai dengan harapan, karena ini baru sekolah tujukan yang membuka pendaftaran,” kata Udin lagi.
Sementara Wali Kota Batam mengaku sampai saat ini telah berkoordinasi dengan sekolah rujukan bagaimana mekanisme terbaik PPDB tahun ini. Ia berharap masyarakat bisa memahami kapasitas sekolah unggulan sehingga tidak memaksakan untuk tetap bisa masuk.
Penulis : Joko Sulistyo