pelantar.id – Setelah mencetak gol pertama dalam kemenangan 2-1 Liverpool di Leicester City awal September lalu, Sadio Mane bersujud di rumput. Sesuatu yang banyak dilakukan umat Muslim untuk menyatakan syukur kepada Sang Pencipta.
Dan ternyata, hanya beberapa jam setelah itu, pemuda Senegal berusia 26 tahun yang sederhana itu, dengan santainya membersihkan toilet di sebuah masjid di Liverpool.
Gambar yang menunjukkan Mane sedang bersih-bersih WC masjid itu kemudian dibagikan luas di media sosial. Tentu saja, itu menjadi sangat kontras dengan gambaran stereotip pemain sepak bola Liga Primer yang dikenal hidup dalam kemewahan.
Sadio Mane adalah orang yang senang berada jauh dari pusat perhatian, kata Abu Usamah Al-Tahabi, imam Masjid Al Rahmah di Liverpool itu.
“Sadio sebetulnya meminta agar jangan membagi-bagikan videonya. Dia ingin tetap melakukan semuanya diam-diam dan ia tidak melakukannya untuk publisitas,” kata Abu Usamah Al-Tahabi.
“Dia sering datang ke masjid ini. Di rumahnya dia memiliki (mobil mewah) Bentley, tetapi dia datang ke sini dengan mobil biasa, jadi dia tidak ingin dikenali. Dia bukan orang yang mencari kehebohan. Dia sama sekali tidak congkak.”
Kerendahan hati ini terbukti dalam berbagai kisah tentang Mane. Penyerang Liverpool ini mencetak 40 gol dalam 87 laga bersama The Reds sejak bergabung pada musim panas 2016.
Sebelum final Liga Champions pada bulan Mei, ia membagikan kaos Liverpool kepada penduduk di kota kelahirannya, Bambali, di Senegal.
“Desa itu berpenduduk 2.000 orang. Saya membeli 300 kaos Liverpool untuk dikirim ke orang-orang di sana, sehingga para penggemar bisa memngenakannya saat menonton pertandingan final,” kata Mane.
Di Bambali, pada 2005, Mane menonton siaran langsung keroisme Liverpool yang termasyhur, saaat bangkit dari ketinggalan 0-3 dari AC Milan untuk memenangkan final Liga Champions. Saat itu usianya baru 13 tahun.
Dan kampung halamannya tidak pernah jauh dari hatinya.
“Sadio berasal dari masyarakat miskin. Dia itu tipe orang yang ringan tangan. Dia sangat banyak berinisiatif dan pernah membantu membangun sebuah masjid di kampung halamannya,” tambah Al-Thabi.
Ramah dan Agak Pemalu
Kepribadian Mane juga membantunya untuk menjadi kesayangan para pendukung Liverpool. Ia dikenal sangat ramah kepada siapapun, dan agak pemalu.
“Fans menyukai dia karena dia rendah hati. Di Liverpool, menjadi masalah jika terlalu menonjolkan diri dan terlalu bangga dengan diri sendiri. Dia sama sekali tidak seperti itu,” kata John Gibbons dari podcast The Anfield Wrap.
Gibbons mengatakan, semua orang di Liverpool menganggap Mane sangat ramah. Ia mengungkapkan, para penggemar selalu berkesempatan bertemu dengannya di toko swalayan, menunjukkannya sebagai orang yang rendah hati.
“Pernah, dia berbelanja di (swalayan) Asda di Hunts Cross dengan mengenakan pakaian tradisional, lalu seorang penggemar yang menggendong bayi memintanya untuk berfoto bersama,” ujarnya.
“Mane kemudian dengan senang hati menggendong bayi itu dan tersenyum dalam pemotretan bersama penggemar itu. Dan itu adalah supermarket biasa. Banyak orang yang pernah bertemu dengannya mengatakan dia sangat mudah didekati tapi agak pemalu.”
Di lapangan, Mane juga senang untuk tak jadi pusat perhatian demi kepentingan tim.
“Ketika Liverpool mengontraknya, dia bermain di kanan luar dan mungkin pemain terbaik saat itu di posisi itu. Kemudian kita mendatangkan (Mohamed) Salah, dan Sadio dengan santainya pindah ke sayap kiri,” kata Gibbons.
“Dia tidak mengeluh dan menjalaninya saja. Dia diminta untuk mengambil peran sebagai bagian dari tim dan bermain sedikit lebih dalam, sementara Salah adalah bintang.”
Mane bukanlah juga pemain yang suka protes. Dalam pertandingan terakhir melawan Arsenal ia mencetak gol namun dianulir dianggap offside, padahal tidak.
Dalam wawancara setelah pertandingan, dia menolak untuk mengkritik wasit dan justru dia merujuk ke pertandingan pertama melawan West Ham, ketika golnya disahkan padahal saat itu ia dalam posisi offside.
Sikap tak egois ini bukanlah kejutan bagi Mike Hughes dari BBC Radio Merseyside Sport.
“Setelah pertandingan saya mencoba menggambarkan betapa besar peran yang dia mainkan. Tapi dia selalu bersemangat untuk mengesampingkan perannya dan justru memuji rekan-rekannya. Itu menunjukkan bagaimana watak orang itu,” katanya.
Masa Terbaiknya di Sepakbola
Dalam tim Liverpool yang terus meningkat penampilannya di bawah manajer Jurgen Klopp, Mane tetap menjadi pemain yang menonjol.
Dia berperan penting dalam tim yang mencapai final Liga Champions lalu, mencetak 10 gol dalam kompetisi, termasuk golnya di babak knockout yang menyingkirkan Porto, Manchester City dan Roma.
Di Liga Primer musim lalu, ia mencetak 10 gol, memainkan peran kunci sebagai bagian dari tiga pemain depan The Reds bersama Roberto Firmino dan Salah yang ditakuti.
Mane, yang tiba di Anfield setelah bermain untuk Metz, Red Bull Salzburg dan Southampton, kemudian menjadi pemain Senegal pertama yang mencetak gol di final Liga Champions. Saat itu, ia menyarangkan bola dari tandukan Dejan Lovren untuk menyamakan kedudukan bagi Liverpool melawan Real Madrid di Kiev.
Sayangnya, timnya tetap kalah 1-3 dan Real Madrid menjadi juara Liga Champions yang ketiga kalinya.
“Saya mencetak gol di final Liga Champions. Saya sangat senang, tapi yang lebih penting sebetulnya adalah hasilnya,” katanya.
Tidak butuh waktu lama bagi Mane untuk melupakan hasil mengecewakan di Ukraina, untuk kemudian tampil di Piala Dunia. Dalam pertandingan kedua Senegal melawan Jepang di Ekaterinburg, Mane mencetak gol pertamanya di putaran Piala Dunia.
“Itu salah satu hari terbaik saya sejauh ini dalam sepak bola,” kata Mane tentang pertandingan itu.
Itu juga merupakan momen penebusan di panggung internasional. Pada Januari 2017, Mane gagal mencetak gol dari titik penalti saat adu penalti melawan Kamerun di perempat final Piala Afrika.
Kamerun menang dengan tendangan berikutnya dan Mane yang hancur perasaannya, harus dihibur di luar lapangan oleh para rekan satu timnya.
Mane, yang baru saja menandatangani kesepakatan jangka panjang di Liverpool, juga tampil gemilang di Liga Primer musim ini. Ia sudah mencetak enam gol dalam 13 pertandingan awal The Reds.
Namun dia tidak ingin memikirkan hal itu. Baginya, kegemilangan tim akan selalu lebih besar daripada kehebatan individu.
Sumber : BBC.com