Penulis: H.M Chaniago.
Musik kini telah menjadi bagian dari budaya populer. Orang-orang yang berbelanja (barang-barang terkait musik) tidak terbatas pada penggemar musik saja—Marty Brochstein, Vice President of Licensing Industry Merchandisers Association (LIMA).
Pelantar.ID – Tanggal 2 Oktober setiap tahunnya Indonesia selalu memperingati hari Batik Nasional, dan setiap instansi pemerintah maupun swasta turut menggaungkannya memakai batik pada hari tersebut.
Kendati begitu, di tanggal yang sama beberapa orang penggemar musik merchandise turut memperingati hari yang mereka sendiri menyebutnya dengan Hari T-shirt Band Nasional (HTBN).
Hal ini tentunya juga bergaung di lini massa Twitter dan media sosial lainnya. Hari t-shirt ini memang tidak resmi, karena beragam pernyataan juga mengatakan bahwa HTBN ini malah diadakan setiap harinya.
“Baru inget. Sekarang kan Hari T-Shirt Band. #SelamatHariTShirtBand, selamanya! 🍻 hari ini pas lagi pakai tshirt Corrupted, band doom Jepang. post yours!” tulis Arian, vokalis band Seringai di akun twitternya @aparatmati. Rabu (2/9).
Memang belum diketahui kapan awal mulanya hari t-shirt band nasional ini, hanya saja mengutip riset dari Majalah HAI. Disebutkan HTBN awalnya diinisiasi oleh vokalis Seringai, Arian 13.
Pada tahun 2012 lalu, tepat pada 2 Oktober, Arian pernah memposting tulisan di laman Twitter pribandinya berbunyi “Selamat hari t-shirt band. seperti, setiap hari. :))” twittan vokalis hardcore band asal Bandung ini di-retweet langsung oleh 81 pengguna Twitter, dan terus berlanjut tiap tanggal 2 Oktober setiap tahunnya.
Namun tetap memperingatinya setiap hari, seperti yang disebutkan Arian ditwittan lainnya bahwa setiap penggemar kaos band hampir setiap hari bergaya memakai kaos band yang dikoleksimya.
Sejarah Merchandise T-shirt Band dan Pernyataan “Go talk to Dell”.
Menelusuri lebih lanjut perihal sejarah merchandise t-shirt band atau kaos band ini sendiri mungkin masih rancu, karena sumber resmi kapan pertama kali kaos merchandise band ini dibuat dan band apa yang pertama kali disablon ke kaos oblong tidak terdata jelas.
Hanya saja pada circa 70’s beberapa pendapat mengemuka, pertama ketika parade terbesar sepanjang sejarah musik dunia yang dikenal dengan Woodstock, kaos oblong saat itu disablon berlogo Woodstock dikhususkan pemakaiannya untuk membedakan antara panitia penyelenggara dan penonton.
Sementara itu, sumber yang berbeda lainnya dikutip dari Beritagar.Id menyebutkan bahwa, jika ingin berpusing sedikit tentang sejarah konsep perjalanan musik dan merchandise resmi, band Grateful Dead pantas disebut sebagai band pertama yang serius menangani penjualan merchandise t-shirt band.
Hal ini dikarenakan, tatkala band-band lain masih emoh melirik sektor merchandise, Grateful Dead malah telah merambahnya. Sementara saat itu band-band kenamaan seperti The Beatles, The Monkees atau solois seperti Elvis Presley menilai penjualan album musik dan live concert lebih menggiurkan dari pada merchandise lainnya.
Bisa jadi band rock yang terbentuk di Palo Alto, California, Amerika Serikat pada tahun 1965 ini dinilai band pertama yang menggaungkan tonggak sejarah t-shirt band, karena mulai menjajakan kaos-kaos di setiap destinasi konser mereka.
Amber Easby dan Henry Oliver dalam buku The Art of the Band T-Shirt edisi tahun 2007 memang pernah menuliskan bahwa musisi seperti Elvis Presley, The Beatles, atau The Monkees sebenarnya jauh-jauh hari telah memiliki kaos-kaos band bertuliskan nama mereka.
Hanya saja disebutkan tidak ada yang spesial dari penjualan kaos band tersebut, karena pengelolaannya tidak dilakukan secara profesional dan juga kala itu banyak terkesan bootleg karena dibuat sembarangan oleh pihak-pihak tertentu atau fans club mereka tanpa harus membayar royalti.
Sementara itu perihal cerita awal penjualan kaos Grateful Dead, dikisahkan semua bermula tatkala Susila, pacar Bill Kreutzmann (drummer Grateful Dead) mendatangi Bill Graham, seorang promotor musik dan pemilik gedung pertunjukan Winterland Ballroom, di San Francisco. Susila saat itu mengutarakan niatnya untuk menjual kaos-kaos band pacarnya sepanjang konser berlangsung.
Mendengarkan hal itu, Graham menyarankan Susila untuk membicarakannya dengan Dell Furano, salah seorang karyawan di Winterland miliknya. “Go talk to Dell” ujar Graham kala itu, dikutip dari laman billboard.com.
Gayung bersambut Furano merasa ini hal menarik, percobaan pertama dimulai dengan membuat kaos Grateful Dead bercorak tie-dye, karena sebelumnya corak ini telah mengakar pada konsep pakaian Flower Generation atau Hippies kala itu, ditambah lagi dengan gaungan Woodstock.
Dan boom! ternyata produksi awal mereka cukup berhasil
Pernyataan yang sangat sederhana, ‘Go talk to Dell (bicara dengan Dell)’ seketika mengubah hidup dan menciptakan budaya pop terbaru dalam kancah musik. Bahkan dalam hidup Furano, ia pun dinubuatkan menjadi pioneer band merchandise dunia.
Secara permanen kala itu Furano disebutkan menunda kuliah hukumnya demi memulai bisnis dengan Graham. Pun turut serta saudara laki-laki Furano, Dave Furano dalam serikat dagang mereka.
Debut Winterland Productions pun menggema di tahun 1974, mereka menjadi perusahaan merchandise inovatif dengan klien band terus berdatangan, seperti; Fleetwood Mac, The Rolling Stones, Madonna, Bruce Springsteen, Jefferson Airplane, dan, tentu saja, The Grateful Dead.
Tapi awalnya bisnis tidak berjalan mudah. Di tahun 70-an, sangatlah tidak keren menjual barang dagangan merk band, jadi Furano mengatakan bahwa mereka sangat berhati-hati ketika memulai proses produksi. “Semula saya enggan menyetujui usulan tersebut sebab khawatir kami tidak akan mampu bersaing dengan dengan popcorn dan Coca-Cola,” kenang Furano. “Ternyata banyak yang berminat dengan kaos-kaos yang kami jual.” jelasnya.
Bisnis Merchandise T-shirt Band Indonesia.
Menyusul suksesnya bisnis merchandise Furano di kancah internasional kala itu. Di Indonesia sendiri tidak ada kejelasan kapan pastinya merchandise t-shirt band ini menjadi fokus utama manajemen yang menaungi musisi di tanah air, baik skena independent ataupun arus utama (mainstream).
Hanya saja di tahun 1990, kaos-kaos band lokal terkhususnya skena indie bisa jadi telah beredar di circle tertentu, seperti di lingkup gigs di Poster Cafe atau acara-acara lainnya di ibu kota.
Perihal merchandise resmi kaos band di Indonesia era 2010 hingga 2019 ini terlihat semakin mencapai titik tinggi peminat, bersama spirit D.I.Y yang terus melekat. Terhitung kaos-kaos band indie seperti Seringai, Deadsqaud, White Shoes and the Couples Company, The Sigit, The Upstairs, Morfem, Efek Rumah Kaca, The Sastro, Kelompok Penerbang Roket, Down for Life, Rajasinga, Mocca, Terapi Urine, Jason Ranti, bahkan Homecide banyak dipakai ketika ada gigs atau parade musik skena indiependen.
Keberadaan kaos-kaos band itu sendiri juga terbantu dengan adanya beberapa store khusus baik online atau offline yang menjual kaos mereka secara resmi seperti; Rocknation, Omuniuum, All That Rock, Quickening Store, Rurushop, bahkan di daerah juga ada seperti Hammering Store di Batam, dan Demajors Batam yang turut menjual beberapa merchandise kaos band yang berafiliasi dengan Demajors, sementara di Pekanbaru juga ada Flaf.co yang banyak memproduksi band lokal Pekanbaru dan juga indie Jakarta.
Setidaknya sejarah mencatat bahwa kaos konser Elvis Presley telah dibuat oleh Elvis Presley fans club pada 1950an. Mungkin itulah pertamakali merchandise konser dijajakan, meski jangan-jangan masih dalam tahap amatir dan sekedarnya, hingga kemudian menjadi semakin besar dan fenomenal ketika digarap serius oleh Furano bersama Winterland Productions.
Tambahan, berikut beberapa brand kaos oblong yang sering disablon menjadi bahan dasar t-shirt band; Gildan, American Apparel, Fruit of the Loom, Tultex, Hanes, Liquid Blue, Anvil, New State Apparel.