pelantar.id – Setelah melalui voting atau pemungutan suara, parlemen Thailand akhirnya resmi melegalkan ganja untuk keperluan medis, Bangkok, Selasa (25/12). Legalisasi ini menjadikan Thailand satu-satunya negara di Asia Tenggara yang melegalkan ganja.
Dikutip dari Reuters, dari 166 anggota parlemen, hanya 13 anggota yang tidak memberikan suara atau abstain saat pemungutan suara tentang legalisasi ganja itu. Sementara sisanya, menyatakan sepakat.
Parlemen Thailand melakukan voting untuk mengamandemen Undang-Undang Narkotika Thailand Tahun 1979. Setelah diamandemen, maka seluruh produksi, kegiatan ekspor-impor dan penggunaan ganja menjadi tidak dilarang, sepanjang untuk keperluan medis.
Menurut pemberitaan Reuters, pascaamandemen undang-undang tersebut, ke depan produsen dan penjual ganja di Thailand akan bebas menjual ganja jika memiliki izin resmi dari pemerintah. Adapun masyarakat, bisa membeli ganja tersebut berdasarkan resep dari dokter.
“Jadi bukan berarti bebas, tetap ada aturannya. Amandemen ini adalah hadiah Tahun Baru dari parlemen kepada pemerintah dan masyarakat Thailand,” kata Ketua Komisi RUU Narkotika Thailand, Somchai Sawangkarn.
Pasar Ganja Dunia
Sebelum amandemen tersebut, sebenarnya ganja sudah lama digunakan oleh masyarakat Thailand untuk meredakan rasa sakit dan penambah semangat. Amandemen terhadap Undang-Undang Narkotika menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat dan poltisi negara tersebut sejak setahun belakangan.
Selain Thailand, Pemerintah Malaysia juga sempat mewacanakan untuk melegalkan ganja menjadi obat. Mengutip CNNIndonesia, com, Kabinet Malaysia telah melakukan pembahasan singkat mengenai nilai medis ganja dalam pertemuan beberapa bulan lalu.
Pemerintah juga telah mulai melakukan pembicaraan awal dan informal mengenai perlunya melakukan amandemen terhadap undang-undang yang relevan. Hal itu diungkap Menteri Air, Tanah dan Sumber Daya Alam Xavier Jayakumar dalam sebuah wawancara di Putrajaya, Selasa (25/9) lalu.
Saat ini, fokus pembicaraan masih seputar pembatalan hukuman mati kepada seorang pria akibat memiliki, mengolah, dan mendistribusikan minyak ganja sebagai obat. Hukuman ini telah dijatuhkan bulan lalu. Dijatuhkannya hukuman ini telah menimbulkan kemarahan publik.
Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohamad (93) menyebut bahwa putusan dan hukum mengenai hal ini mesti ditinjau ulang. Kabinet di Malaysia telah mencapai konsensus untuk membatalkan hukuman terhadap pria penjual minyak ganja itu.
Tapi diperkirakan pemerintah akan kesulitan untuk mengumpulkan dukungan dukungan demi melegalkan ganja menjadi obat.
“Akan jadi perjuangan yang berat,” jelas Xavier. “Akan butuh dorongan dan meyakinkan (banyak pihak) terkait topik ini,” sambungnya.
Mengutip Kumparan.com, Kamis (27/12/18), setelah legalisasi ganja di negaranya, Thailand akan mulai masuk dalam pasar ganja dunia yang nilai ekonomisnya sangat menggiurkan. Menurut Arcview Market Research yang dikutip Bloomberg, pasar mariyuana global diproyeksi bernilai hingga USD23 miliar pada tahun 2022, dengan peningkatan tahunan mencapai 22 persen selama lima tahun.
Saat ini nilai pasar ganja mencapai USD12,9 miliar dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya. Dalam empat tahun ke depan, Kanada dan negara bagian California di AS diprediksi menguasai 41 persen pasar ganja global.
Namun sebelumnya Thailand harus membenahi sistem pemberian paten produk ganja yang banyak diprotes pembudi daya lokal. Masyarakat Thailand khawatir perusahaan asing yang berebut mengajukan paten di negara itu akan menguasai pasar.
“Kami akan meminta pemerintah menarik seluruh permintaan paten ini sebelum undang-undang berlaku,” kata Panthep Puapongpan, Dekan Institut Obat Integratif dan Anti-penuaan di Universitas Rangsit.
*****
Yuri B Trisna