pelantar.id – Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Nurdin Siahaan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba. Nurdin diduga melakukan kelalaian mengawasi operasional KM Sinar Bangun.
“Polisi terus mengembangkan para pihak yang diduga bertanggung jawab, namun tidak melaksanakan kewajibannya dalam proses pengawasan izin dan lain-lain terhadap operasionalisasi daripada KM Sinar Bangun. Hasil gelar perkara mengarah kepada Kadishub yang dianggap lalai,” jelas Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw, seperti dikutip dari detikcom, Kamis (28/6).
Paulus mengatakan, penyidik meningkatkan status Nurdin dari saksi menjadi tersangka.
“Hasil gelarnya didapatkan unsur yang mengarah ke Kadishub Kabupaten Samosir sebagai tersangka. Sampai hari ini masih empat tersangka, ditambah satu lagi dengan yang itu (Nurdin) menjadi lima,” ujar Paulus.
Selain penyidikan tindak pidana, Paulus menuturkan pihaknya juga terus mengumpulkan data korban.
“Untuk kita di kepolisian, bagian pendataan. Kita sudah mendapatkan data kurang lebih 125 penumpang, itu yang sudah terdata yang dalam istilah kedokteran disebut sebagai data antemortem. Data awal yang bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Sebelumnya, polisi sudah menetapkan nakhoda KM Sinar Bangun, SS sebagai sebagai tersangka. Disusul tiga pegawai Dinas Perhubungan Sumatera Utara yakni, Kepala Bidang Angkutan Sungai dan Danau Rihard Sitanggang, Kapos Pelabuhan Simanindo Golpa F Putra dan pegawai honorer Dishub Samosir Karnilan Sitanggang.
KM Sinar Bangun tenggelam dalam perjalanan dari Pelabuhan Simanindo, Samosir, ke Tigaras, Senin (18/6) sekitar pukul 17.30 WIB. Hingga saat ini, ratusan orang masih dinyatakan hilang. Kapal tersebut berlayar tanpa dokumen manifes penumpang dan diketahui dalam kondisi tidak memenuhi standar keselamatan seperti ketersediaan life jacket.
Aturan Berlayar di Danau Toba
Dari Jakarta, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan petunjuk pengawasan penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB) bagi kapal-kapal di Danau Toba. Surat Edaran nomor KL.202/1/14/DN-18 yang diterbitkan tanggal 25 Juni 2018, ditujukan untuk para pemilik/operator kapal dan nakhoda.
“Selama ini SPB kapal-kapal yang berlayar di Danau Toba diterbitkan oleh petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat,” kata Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/6).
Prosedur penerbitan SPB diterbitkan terkait keselamatan pelayaran di Danau Toba pascatragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun, Senin (18/6). Hal ini agar masing-masing pihak baik pemilik maupun operator kapal dan nakhoda mengerti apa yang harus dipenuhi sebelum SPB diterbitkan.
Junaidi menjelaskan, sebelum mendapatkan SPB, nakhoda kapal mengajukan surat permohonan kepada petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.
“Selanjutnya, nakhoda membuat surat pernyataan (master sailing declaration) dan ditandatangani sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM.82 tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan SPB. Nakhoda juga harus melampirkan dokumen/surat-surat kapal dan manifes serta daftar penumpang sebelum penerbitan SPB,” tegasnya.
Para pemilik/operator kapal dan nakhoda juga berkewajiban memastikan kapal sebelum berlayar dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan dan alat pemadam kebakaran tersedia yang dapat berfungsi dengan baik.
“Nakhoda harus memastikan keadaan cuaca sebelum berlayar dalam kondisi baik dengan memantau prakiraan cuaca melalui website BMKG. Nakhoda juga harus memastikan kapal sebelum diberangkatkan tidak dimuati penumpang lebih dari kapasitas yang diterapkan dalam aspek keselamatan kapal,” katanya.
Nakhoda juga berkewajiban memastikan penumpang kapalnya menggunakan life jacket selama pelayarannya tanpa terkecuali. Junaidi menyebut nakhoda berkewajiban untuk memastikan setiap penumpangnya menggunakan life jacket.
“Nakhoda segera melaporkan kepada petugas pemegang fungsi keselamatan pelayaran angkutan sungai dan danau pada Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota setempat bila ditemukan kondisi kapalnya tidak laik layar. Nakhoda juga harus menunda keberangkatan jika cuaca tidak memungkinkan untuk berangkat dan faktor kelaikan kapal tidak terpenuhi,” ujar Junaidi.
Sumber : Detik.com